Senin, 14 Oktober 2013

Hal Kebangkitan Daging

                                                                 


1.        Kebangkitan Daging Sebagai Eskatologi Jemaat
Kata Eskatologi berasal dari kata eskatos ( ἔσχατος ), yang berarti ‘yang terakhir’, ‘yang selanjutnya’, dan ‘yang paling jauh’. Ketika kata eschalos disandingkan dengan kata logos maka muncullah istilah bahasa Indonesia “eskatologi”.  Eskatologi adalah bagian dari dogmatika, yang membicarakan pernyataan Kitab Suci tentang hal-hal yang terjadi sesudah orang meninggal dan hal-hal yang akan terjadi pada zaman yang terakhir (ta eschata = hal-hal yang terakhir).[1]
Selanjutnya Dr. R. Soedarmo mengatakan bahwa yang harus diperhatikan dalam memikirkan eskatologi, yaitu cara berpikir kita yang harus teosentris, karena menyangkut keinginan kita untuk mengetahui akan hal-hal yang berhubungan dengan nasib kita sesudah mati. Kita harus berhati-hati jangan pertanyaan-pertanyaan yang akan timbul membawa pada egosentris kita.
Eskatologi merupakan ilmu teologi yang berbicara tentang hal-hal yang bertalian dengan akhir zaman. Eskatologi ini terkait dengan beberapa istilah dan pengertian yang lain seperti : Kedatangan Kristus kembali, kebangkitan daging, penghakiman dan kerajaan seribu tahun dan juga tanda-tanda, atau hal-hal yang mendahului akhir zaman itu. Istilah ini disebut juga dalam berbagai bentuk, misalnya : Hari Tuhan (Kis. 2:20; II Petr.3:10 dan I Tes.5:2), Hari Kristus (Flp. 1:10), Hari Terakhir (Mat. 7:22), Akhir Zaman (Yoh. 6:39).
Kedatangan Yesus Kristus kembali menurut saya  adalah inti dari harapan eskatologi umat. Kedatangan Yesus Kristus kembali itu, salah satu maksudnya yaitu untuk mengadili manusia (Yoh 5:22 “Bapa tidak menghakimi siapa pun, melainkan telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak”; Kis. 10:42 “Dan Ia telah menugaskan kami memberitakan kepada seluruh bangsa dan bersaksi, bahwa Dialah yang ditentukan Allah menjadi Hakim atas orang-orang hidup dan orang-orang mati”; 2 Kor 5:10 “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahatnya”; dsb). Segala orang akan diadili, baik orang yang benar maupun orang yang fasik (Mat 25:46), dan semua mereka yang mati akan dibangkitkan (Kis 24:15).[2] Jadi harapan eskatologi umat Kristen yaitu selain harapan akan kembalinya Yesus Kristus tapi juga berisi harapan manusia untuk datang kembali.

2.        Arti Dan Istilah
Dalam Perjanjian Lama, contohnya Daniel 12:2 berisi “Dan Banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu tanah, akan bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk mengalami kehinaan dan kengerian yang kekal”. Dan dalam Perjanjian Baru, contohnya Yohanes 5:28-29 mengatakan “Jangalah kamu heran akan hal itu, sebab saatnya akan tiba, bahwa semua orang yang di dalam kuburan akan mendengar suara-Nya, dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum ”.
Ini menunjukan bahwa pengajaran tentang kebangkitan daging dan pengharapan akan hal itu sudah ada dalam Perjanjian Lama dan tetap ada pada Perjanjian Baru sampai sekarang.
Jadi jelas kebangkitan daging adalah pengharapan eskatologis tentang dibangkitkannya orang yang sudah mati oleh Tuhan ke dalam kehidupan yang baru.[3] Dan kebangkitan ini akan terjadi ketika Tuhan Yesus Kristus datang kembali ke dunia.
Kepercayaan dan pengharapan akan kebangkitan ini, dicantumkan atau ditaruh dalam bagian Pengakuan-pengakuan Iman Kristen sebagai salah satu pokok penting. Baik dalam Pengakuan Iman Rasuli, Pengakuan Iman Nicea Konstantinopel, Pengakuan Iman Athanasius, juga pengakuan-pengakuan iman yang lain. Namun dalam Pengakuan-pengakuan Iman tersebut kita melihat perbedaan istilah yang digunakan yang  menyinggung pokok kebangkitan ini.
Pengakuan Iman
Rasuli
Pengakuan Iman
Nicea-Konstantinopel
Pengakuan Iman
Athanasius
Carnis resurrectionem
Expectamus resurrectionem mortuorum
Ad cujus adventum omnes homines resurgere habent cum corporibus suis
The resurrection of the body.
I (or We) look for the resurrection of the dead
at whose coming all men shall rise again with their bodies
Kebangkitan daging
Aku menantikan kebangkitan orang mati
Ia akan datang kembali dan pada waktu itu umat  manusia akan bangkit dalam tubuhnya masing-masing




Jadi pada Pengakuan Iman Rasuli dipakai istilah “Kebangkitan Daging”, pada Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel dipakai istilah “Kebangkitan Orang Mati”, dan pada Pengakuan Iman Athanasius dipakai istilah “Kebangkitan Tubuh”.
Gereja Katolik di Indonesia menerjemahkan dengan kata "Kebangkitan Badan." Teks aslinya memakai kata sarkos anastasis (Yunani) atau carnis resurrectionem (Latin). Jika ingin menggunakan terjemahan yang lebih hurufiah, maka terjemahan dari Pengakuan Iman Rasuli dengan kebangkitan daging (resurrection of the body) dan dari Nicea-Konstantinopel dengan kebangkitan orang mati (resurrection of the dead) yang lebih sesuai dengan kata sarkos atau carnis.
Gereja aliran Calvinis menggunakan terjemahan “kebangkitan daging” (resurrection of the body). Kata “daging” ini berasal dari kata “sarx”, yang menunjukan manusia seutuhnya, karena itu di Yohanes 1:14 menyatakan : “Firman itu telah menjadi manusia” (ho logos sarx egeneto).
Pengertian dari makna “daging” menunjuk manusia lahiriah dan batiniah. Sehingga ketika rasul Paulus berbicara di Roma 7:14, yaitu: “tetapi aku bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa,  menunjuk:  seluruh kemanusiaan yaitu kedirian manusia secara total telah jatuh di dalam dosa. Yang jatuh di dalam dosa bukan hanya tubuh fisiknya saja, sebab roh manusia juga telah berdosa, totalitas kedirian manusia berdosa.
Istilah kebangkitan daging (sarkos) yang dipakai oleh Gereja aliran calvinis atau istilah Kebangkitan badan (carnis) yang dipakai oleh Katolik memiliki pengertian yang sama dengan “kebangkitan orang mati”, sejauh: Istilah-istilah tersebut dipakai untuk menunjuk manusia secara utuh, dan tidak ada sikap dualisme yang memisahkan tubuh dan roh.
Luther juga menuliskan: “Daging” di sini berarti manusia seutuhnya: tubuh dan jiwa, sesuai dengan pemakaiannya dalam Kitab Suci di mana manusia disebut juga daging dan dalam Pengakuan Iman di mana kita berkata : “Aku percaya akan kebangkitan daging”, yakni semua orang.[4] Lanjutnya, Luther menegaskan istilah “kebangkitan daging” atau “kebangkitan tubuh” atau pun “kebangkitan badan” tidaklah begitu penting asalkan kata-kata tersebut dimengerti dengan benar dan menunjukan manusia secara utuh.


3.        Manusia
Karena objek dari kebangkitan daging ini adalah manusia, maka akan dijelaskan terlebih dahulu tentang manusia itu sendiri.
3.1  Beberapa Pandangan Tentang Manusia
Manusia menurut golongan evolusionis, merupakan hasil proses evolusi alamiah dari suatu bentuk kehidupan yang lebih sederhana. Para peneliti mengatakan bahwa manusia merupakan evolusi dari binatang. Jadi manusia itu berasal dari binatang, dan itu berarti daging manusia sama dengan daging binatang, hanya manusia adalah evolusi sempurna dari binatang.
Namun Alkitab dengan tegas membedakan antara daging manusia dan daging binatang. Dalam 1 Korintus 15:39 disebutkan ‘Bukan semua daging sama: daging manusia lain dengan daging binatang, lain dari daging burung, lain dari pada daging ikan’. Juga pendapat evolusionis sangat berbeda dengan penciptaan manusia dalam Kejadian 1.
Di dalam Agama Suku Murba salah satunya di Indonesia ialah suku Dayak mempercayai, manusia adalah keturunan para dewa, baik karena hasil perkawinan dewa alam atas dan dewa alam bawah, maupun karena hasil pertarungan kedua tokoh ilahi itu.
Bagi Agama Hindu, manusia secara lahiriah maupun secara batiniah, mengalir keluar dari Siwa, yang disebut Brahman. Manusia terdiri dari tiga bagian, yaitu: jiwa yang kekal, yang berasal dari pada Tuhan, dan hakekatnya sama dengan hakekat Tuhan (Roh Suci atau percikan Tuhan); badan halus, yang terdiri dari alat-alat batiniah atau jiwani; dan badan kasar, yaitu tubuh jasmani. Menurut ajaran ini, Roh Suci dari Tuhan itu (jiwa yang kekal) dipenjara dalam tubuh (badan kasar).
Sedangkan Islam mengajarkan, manusia adalah makhluk Tuhan Allah. Manusia berada karena diciptakan oleh Tuhan Allah. Manusia terdiri dari dua bagian, yaitu: badan wadag atau badan jasmani, dan nyawa atau roh-nya. Nyawa manusia adalah zat yang halus, yang pada waktu mati meninggalkan tubuhnya yang kasar itu.[5]
Di Kejadian 2:7 disebutkan, bahwa ‘Tuhan Allah membentuk manusia dari debu dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia menjadi makhluk yang hidup’. Ini berarti manusia bukanlah berada dengan sendirinya, tapi bahwa ada yang menciptakannya, yaitu Tuhan Allah sendiri. Tuhan Allah yang menciptakan manusia secara langsung. Dan jelas sekali bahwa manusia bukanlah Allah, manusia adalah makhluk, yang adanya karena diadakan, yang hidupnya karena dihidupi.[6] Manusia berbeda dengan makhluk-makhluk lain. Manusia tidak berasal dari dunia binatang, ia tidak bercampur dengan mereka. Ia mempunyai persekutuan dengan Allah. Tetapi juga manusia bukan ilah dan bukan makhluk ilahi.
Manusia diciptakan Imago Dei, yaitu segambar dengan rupa Allah. Ungkapan “segambar dengan Allah” adalah ungkapan untuk relasi khusus yang terdapat antara Allah dan manusia, yaitu sebagai relasi khusus dalam panggilan manusia sebagai makhluk yang bertanggung jawab, tanggung jawab dengan Allah, dengan sesamanya maupun tanggung jawab terhadap bumi.[7]

3.2. Struktur Manusia
Menurut Bruce Milne, Alkitab membedakan beberapa segi dalam sifat manusia, misalnya:
Roh (Ibr, ruakh, Yun. pneuma);
Jiwa (Ibr. na fesy, Yun. psukhe);
Tubuh (hanya dalam PB, Yun.soma); dan
Daging (Ibr. basar, Yun.sarx).
Kata “hati” (Ibr. lev, Yun. kardia) biasanya mengacu pada manusia seluruhnya, yang dilihat dari pusat pengendalian dirinya, manusia secara hakiki.[8]
Dari Kejadian 2:7, yang disebutkan sebelumnya, manusia diciptakan dari debu tanah, yang ke dalamnya dihembuskan nafas hidup. Kata “debu tanah” di sini adalah adamah, yang di tempat lain dipakai kata “daging” atau basar untuk menyebut tubuh manusia itu. Kata basar ini di dalam bahasa Yunani adalah sarx. Kedua kata ini di dalam Alkitab dipakai dan diterjemahkan dalam hubungan yang bermacam-macam, umapamanya : tubuh (Ayb 19:26; Mzm 16:9; Kis 2:26), makhluk (mzm 145:21), manusia (Yes 31:3), orang (Luk 3:6), dan sebagainya.
Jadi yang dimaksud dengan “debuh tanah” atau “daging” pertama-tama adalah tubuh atau badan manusia, bentuk atau penampakan manusia yang lahiriah, segi yang keduniawian atau segi kodrati manusia (bnd Yoh 1:13; 3:5), yang menjadikan manusia sebagai makhluk berbeda sekali dengan Tuhan Allah Khaliknya. Debu tanah dan daging tidak memiliki hidup di dalam dirinya sendiri. Debu tanah dan daging hanya dapat hidup selama Tuhan Allah memberikan hidup kepadanya (Kej 6:1,3).[9]
Tubuh di dalam Alkitab bukan hanya dipandang sebagai bentuk, lawan dari isi, akan tetapi tubuh juga dipandang sebagai cara berada manusia yang secara asasi dan konstitutip, Manusia tidak dapat dipisahkan daripada tubuhnya. Menyebut “tubuh” manusia berarti menyebut manusia itu sendiri (bnd 1 Kor 15:35). Tabiat atau kodrat insani manusia dinyatakan atau diungkapkan dengan jelas di dalam tubuhnya yang jasmani itu, yang mewujudkan suatu kesatuan harmonis dengan segala bagian-bagiannya.
Menurut Donal Guthrie dalam Perjanjian Baru, tubuh itu juga diartikan dengan kata soma (Yunani). Bagi Guthrie, soma berbeda dengan sarx. Manusia yang dilihat sebagai sarx ialah manusia sebagai anggota dunia jahat yang sekarang ini (Gal 1:4). Dan pada Roma 8:10-11 dijelaskan tubuh (soma) itu adalah hal yang fana sifatnya. Lanjut Guthrie, tujuan sesungguhnya dari tubuh itu ialah sebagai Bait Roh Kudus, karena itu Allah dapat dimuliakan dalam tubuh itu (I Kor 6:19-20).[10] Di sini peneliti melihat jika Guthrie beranggapan bahwa tujuan dari tubuh (soma) itu ialah sebagai Bait Roh Kudus, dengan melihat kembali pada Kejadian 2:7, maka dapat disimpulkan bahwa soma ini sama fungsinya dengan basar, dan itu berarti sama juga dengan arti sarx.
Menurut Alkitab tubuh atau badan menampakkan pribadi manusia dalam keseluruhannya. Manusia tidak mungkin berada tanpa tubuh. Badan atau tubuh adalah bagian yang asasi dari manusia.[11] Jika orang berkata : “tubuhku rindu akan Tuhan dan ingin memuji-muji Tuhan” hal itu berarti : “aku rindu akan Tuhan dan ingin memuji-muji Tuhan”.
Hal yang berikut dalam Kejadian 2:7 ialah, bahwa manusia adalah debu tanah yang ke dalam hidungnya dihembuskan “nafas hidup” sehingga menjadi makhluk yang hidup. Kata makhluk diterjemahkan dari kata nafesy, di dalam Alkitab diterjemahkan dengan binatang (Kej 1:21), nafsu (Mzm 78:18), keinginan (Pkh 6:7), rasa lapar (Amz 16:26), orang (Yer 2:34), dan lain-lain. Jadi jika kata nafesy ini diterapkan pada manusia maka kata itu berarti nafsu, yang bukan berarti nafsu makan dan minum atau tidur, tapi juga berarti membenci, bergirang, dan sebagainya.
Nafesy juga dapat berarti emosi, yang biasanya diterjemahkan dengan kata “jiwa” (Kel 23:9) atau “hati” (Im 26:36). Akhirnya kata nafesy diterjemahkan dengan “orang”, dan diterapkan kepada manusia itu sendiri sebagai suatu pribadi (Kej 14:21; bnd Bil 23:10, dll).
Pada umumnya Alkitab memakai kata nafesy (Ibrani) dan psykhe (Yunani) untuk mengungkapkan manusia secara keseluruhan, manusia sebagai makhluk yang bernafsu, yang berkehendak, yang berpikir, dan sebagainya.
Di dalam Alkitab kata “hati” dipandang sebagai tenaga untuk memperhatikan (Yeh 44:5), tempat kehendak, maksud dan sikap, yang baik maupun yang jahat (Ul 6:5; 4:29; Kel 35:5), sebagai tempat akal budi (I Raj 3:12; Rm 12:2). Demikian ungkapan hati menunjukan kepada segi yang terdalam dari pribadi manusia. Hati manusia adalah kehendak manusia yang rasionil, yang penuh kesadaran, yang mengadili dan yang memilih, dan lain-lain. Hati adalah segi batin manusia yang tidak tampak, yang tersembunyi  di belakang yang tampak, yang menjadi asas pribadi manusia.
Mengenai Roh, jika roh itu dikenakan kepada manusia, maka roh adalah alat untuk mengetahui (Mzm 77:7; Mrk 2:8), alat untuk bersaksi (Rm 8:16), alat untuk beribadah (Rm 1:9), dan lain-lain. Roh adalah segi hidup manusia yang batin juga yang dapat menerima dan menyatakan segala macam pengamatan rohani. Menurut Alkitab, roh ini bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Roh adalah manusia sebagai keseluruhan, sebagai makhluk yang berpikir, yang berbuat, yang berkehendak dan lain sebagainya.[12]
Telah terjadi perdebatan mengenai apakah manusia terdiri dari tubuh dan jiwa (dikotomi) atau dari tubuh, jiwa dan roh (trikotomi). Gereja Barat umumnya menerima pandangan dikotomi, sedangkan Gereja Timur umumnya menerima pandangan trikotomi. Akan tetapi Alkitab dengan jelas tidak mengajarkan adanya perbedaan dokotomi ataupun trikotomi.[13]
Para teolog-teolog hanya mengambil ayat-ayat Alkitab yang menjadi sumber atas pemikiran mereka. Misalnya, para pendukung dikotomi menunjukan pemakaian istilah jiwa dan roh secara berganti-ganti dalam Alkitab (bnd Mat 6:25; 10:28; Luk 1:46 dengan Pkh 12:7; 1 Kor 5:3-5). Kematian dilukiskan sebagai “menghembuskan nafas terakhir” (Kej 35:18) dan “menyerahkan nyawa” (Mzm 31:6; Luk 23:46). Orang mati disebut “roh” (Ibr 12:23) dan juga “jiwa” (Why 6:9).
Sedangkan pendukung trikotomi mengacu pada I Tesalonika 5:23 “Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhna dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita”.
Alkitab dengan jelas tidak mengajarkan adanya perbedaan dikotomi maupun trikotomi. Alkitab memandang manusia sebagai satu pribadi yang rumit dan tegang. Manusia adalah satu pribadi yang utuh dan tidak terbagi menjadi dua atau tiga.[14] Istilah yang digunakan Alkitab baik itu “tubuh”, “jiwa”, “roh”, “hati”, atau pun “daging”, dan sebagainya, semuanya hanya merupakan cara yang berbeda-beda untuk melihat pribadi yang satu itu.[15]
Berbeda dengan pandangan Alkitab, filsuf Plato memandang manusia sebagai “dualitas”: suatu makhluk yang terdiri dari dua unsur yang kesatuannya tidak dinyatakan. Baginya manusia itu terdiri dari tubuh dan jiwa (dapat dilihat bahwa Plato adalah pemikir dikotomi), tubuh dan jiwa tidak merupakan kesatuan. Tubuh menurutnya adalah kubur bagi jiwa (soma sema) dan bahwa jiwa berada dalam tubuh bagaikan dalam penjara.[16]

3.3  Kematian Dan Keadaan Sesudah Mati
Setiap orang pada akhir hidupnya akan mengalami kematian. Bagi orang Kristen kematian dijelaskan sebagai “tidur” (I Tes 4:13), beristirahat (Wah 14:13), dan pergi tinggal dengan Allah (2 Tim 4:6-8). Manusia ditetapkan untuk mati satu kali saja (Ibr 9:27).
Dr Soedarmo dalam bukunya ikhtisar dogmatika, ia mengatakan: inti dari mati ialah perceraian dan inti dari perceraian maut adalah perceraian antara manusia dengan Tuhan. Oleh karena dosa, manusia diceraikan dari Allah Bapanya. Inilah inti dari mati. Inilah yang disebut “mati rohani”: meskipun orang masih hidup tetapi hidup jauh dari Tuhan sebenarnya adalah mati. Lanjutnya, “mati badani” adalah perceraian juga, yaitu perceraian antara tubuh dengan jiwa. Tubuh dikuburkan dalam tanah, jiwa dimasukan dalam alam yang kekal.
Hampir semua agama mengajarkan bahwa manusia terdiri dari dua substansi atau zat, yakni : tubuh yang dapat mati dan jiwa yang tidak dapat mati. Yang dimaksud dengan substansi atau zat adalah apa yang berada karena dirinya sendiri dan pada dirinya sendiri, apa yang tetap ada sebagai lawan dari keadaan dan sifat-sifat yang senantiasa berubah.[17] Manusia dipandang terdiri dari dua substansi , yaitu jiwa (substansi yang halus, yang tidak dapat mati) dan tubuh (substansi kasar, yang dapat mati).
Kematian memang akan terjadi pada manusia, tetapi kematian itu tidak mengenai manusia seluruhnya. Ada bagian yang tidak terkena, yang masih tetap ada, yang tidak menjadi tidak ada lagi, yaitu jiwanya. Sebab menurut tabiat atau kodratnya, jiwa tidak dapat mati, tidak dapat menjadi tidak ada. Teori ini juga menjadi pandangan filsuf Plato, ia mengatakan jiwa adalah pusat atau inti sari kepribadian manusia. Jiwa itu bukan saja baka, dalam arti bahwa jiwa tidak akan mati pada saat kematian badan, melainkan juga bersifat kekal, karena sudah ada sebelum hidup di bumi ini.[18]
Banyak teolog berpendapat, karena manusia (tubuh dan jiwa) adalah manusia utuh, maka yang mengalami mati adalah manusia seutuhnya juga. Jadi jika manusia mati tubuh dan jiwanya juga mati. Tapi kita mempercayai bahwa manusia akan dibangkitkan. Pandangan sementara teolog: janji kebangkitan orang mati di dalamnya mengandung gagasan, bahwa harus ada sesuatu pada manusia yang mati itu, yang dibangkitkan, sehingga harus ada sesuatu yang sekalipun orangnya mati, namun masih juga langsung berada. Sebab, kebangkitan bukanlah penciptaan dari “yang semula tidak ada” menjadi “ada”. Dalam ungkapan “membangkitkan” harus ada yang dibangkitkan.[19]
Dari pandangan itu apakah tepat disimpulkan bahwa yang “masih ada” itu adalah jiwa manusia. Karena Calvin pun setuju dengan “kekekalan jiwa”, baginya manusia yang berasal dari hembusan nafas Allah yang apabila manusia mati (tubuhnya), nafas dari Allah (menjadi jiwa manusia) itu tidak akan mati.
Harus di akui, bahwa persoalan ini bukan persoalan yang mudah. Tapi memang menurut Alkitab, setelah orang mati, masih ada suatu realitas  persekutuan antara orang itu dengan Kristus.
Kitab Wahyu memberikan dua kategori kematian yaitu kematian pertama dan kematian kedua. Kematian pertama adalah terpisahnya roh dari raga atau terpisahnya nyawa dari badan. Sementara kematian kedua adalah kematian kekal berupa penghukuman setelah melewati pengadilan Tuhan.
Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat: Barangsiapa menang, ia tidak akan menderita apa-apa oleh kematian yang kedua." (Why 2:11)
Berbahagia dan kuduslah ia, yang mendapat bagian dalam kebangkitan pertama itu. Kematian yang kedua tidak berkuasa lagi atas mereka, tetapi mereka akan menjadi imam-imam Tuhan dan Mesias, dan mereka akan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Dia, seribu tahun lamanya” (Why 20:6).
“Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu. Maka laut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan maut dan kerajaan maut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan mereka dihakimi masing-masing menurut perbuatannya. Lalu maut dan kerajaan maut itu dilemparkanlah ke dalam lautan api. Itulah kematian yang kedua: lautan api” (Why 20:12-14).
Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua” (Why 21:8).
Kemudian setelah mati dan sebelum dibangkitkan bagaimana keadaan orang tersebut? Itulah yang dalam dogmatika disebut “keadaan sementara”.
Agama Hindu mengajarkan, bahwa jiwa yang mendapat kelepasan kembali kepada asalnya, yaitu Brahman. Di situ jiwa dilarutkan ke dalam Brahman. Bagi Islam, manusia setelah mati masuk ke dalam alam barzakh, yaitu alam yang berada di antara alam dunia dan alam akhirat.
Dalam Perjanjian Lama kita menjumpai kata sye-ul. Asal kata ini tidak terang. Ada yang menurunkannya dari kata syal yang artinya meminta, ada juga yang mencari akarnya dalam kata “syul”, lemah, ada lagi yang mengatakan bahwa asal kata sye-ul dari sya-al yang berarti “ruang terbuka”. Sye-ul menurut pandangan Perjanjian Lama adalah tempat yang ada di bawah dunia ini (Ul 32:22; Yes 14:9). Ke sana perginya orang mati (Mzm 89:49), di sana tidak ada lagi suatu perbuatan (Pkh 9:10). Jadi sye-ul tidak hanya bagi orang yang dijatuhi hukuman saja, segala orang mengalami atau pergi ke sye-ul. Tidak tepat jika disebut neraka, akan tetapi terjemahan lebih tepat ialah dengan dunia maut, alam maut, kekuasaan maut.
Sye-ul adalah tempat yang menakutkan, oleh karena di sana orang terpaksa “tidak ingat lagi akan Tuhan” dan “tidak memuliakan Allah” (Mzm 6:6). Oleh karena itu, para orang saleh dalam Perjanjian Lama berdoa agar dilepaskan dari Sye-ul.
Pada Perjanjian Baru dijumpai kata yang mirip dengan sye-ul, yaitu hades. Hades adalah tempat ke mana segala orang datang sesudah mati, baik yang “namanya tertulis di dalam kitab kehidupan”, maupun yang tidak (Why 20:15). Oleh karena itu terjemahan hades juga bukan neraka melainkan alam maut.[20]
Injil juga dikatakan diberitakan kepada orang-orang mati di dalam hades, agar mereka yang sudah mati pun dapat memuji Allah (bnd I Pet 4:6). Di sini dapat terlihat perbedaan antara sye-ul dan hades, yaitu di dalam sye-ul manusia tidak dapat menyembah Allah lagi, tetapi dalam hades manusia dapat melakukan hal itu.
Dari pendapat ini, apakah boleh di ambil kesimpulan bahwa setelah orang mati, ia tidak akan langsung berada di Surga atau neraka, melainkan sebelumnya ia akan berada di tempat yang disebut sye-ul (dalam Perjanjian Lama) atau hades (dalam Perjanjian Baru)?
Membandingkan akan hal itu, di kayu salib Tuhan Yesus berjanji kepada penjahat yang percaya kepada-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan berada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Luk 23:43). Juga hal-hal dalam 2 Korintus 12:4 dan Wahyu 2:7 bahwa Firdaus ini adalah sama dengan “sorga”.
Sumber lain mengatakan dalam Lukas 23:43 dan juga pada Roma 8:38-39, menunjukan bahwa setelah mati orang beriman ada perhentian, ada kegirangan, ada ketentraman dan yang penting ada bersama dengan Kristus, Tuhan Allah. Itu berarti keselamatan bagi orang beriman setelah mati adalah real. Keselamatan ini diungkapkan dengan kata-kata “bersama-sama dengan Kristus”. Akan tetapi harus diingat, bahwa “bersama-sama dengan Kristus” di sini tidak dipisahkan dari harapan pada kedatangan Tuhan Yesus kembali. Jadi seandainya kebangkitan orang mati itu tidak ada, keselamatan setelah mati yang diungkapkan dengan kata “bersama-sama dengan Kristus” itu juga tidak ada (bnd I Kor 15:18; I Tes 4:13-18).[21]

4.        Kebangkitan Daging
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa Tuhan Yesus akan mengadili baik yang masih hidup pada waktu kedatangan-Nya kembali, maupun yang sudah mati. Oleh karena itu bahwa segala orang yang telah mati akan dibangkitkan untuk diadili (Yoh 5:29; Kis 24:15; Why 20:12-13).
Ada teolog yang berpendapat bahwa kebangkitan itu ada dua macam, yaitu: kebangkitan sementara misalnya kebangkitan Lazarus yang dibangkitkan Tuhan Yesus dari kematian Yoh 11:44. Juga anak Yairus, perempuan Naim. Petrus juga membangkitkan Tabita, Paulus membangkitkan Eutikus, Elia membangkitkan anak janda Sarfat dan Elisa membangkitkan anak perempuan Sunami. Ini semua adalah kebangkitan sementara, sebab mereka hidup kembali, tetap dengan tubuh fana yang sekarang ini, lalu pada satu saat mereka akan betul-betul mati lagi seperti semua orang lain pada umumnya. Jadi kebangkitan sementara ini hanya untuk kembali hidup dalam tubuh fana seperti yang sekarang ini dan akan mati lagi.
Kebangkitan yang kedua adalah kebangkitan kekal, ini terjadi pada hari kebangkitan, kebangkitan pertama untuk orang  benar, kebangkitan kedua untuk orang berdosa. Semua bangkit dalam tubuh kebangkitan (bukan seperti tubuh yang sekarang ini) dan tubuh kebangkitan ini tidak bisa mati lagi, terus hidup untuk kekal selama-lamanya. Orang benar yang bangkit kembali pergi ke Surga, dan orang berdosa yang bangkit, kembali ke Neraka.
Kita akan melihat lebih jauh tentang kebangkitan orang mati, atau sebagaimana sering disebutkan dengan istilah kebangkitan daging ini, dalam bagian-bagian demikian: 

4.1 Pemahaman Dari Waktu Ke Waktu.
a. Pemahaman dalam Perjanjian Lama
Di dalam Perjanjian Lama telah ada harapan akan kebangkitan orang mati, sekalipun gambaran orang beriman yang mengenai maut adalah suram sekali. Bagi orang-orang PL maut adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari, yang tidak dapat ditiadakan. Tiap orang akan mengalami mati. Bani Korakh yakin bahwa Tuhan Allah tentu akan membuat keajaiban terhadap orang-orang mati, artinya: Tuhan Allah akan membuat orang-orang mati bangkit lagi (Mzm 88:11). Selanjutnya maut dipandang sebagai pemutusan, yang tampak memisahkan orang daripada segala hubungannya. Manusia kembali kepada debu (Mzm 90:3). Bukan hanya itu saja, maut dipandangnya sebagai suatu hukuman Allah terhadap dosa. Maka Musa berkata: bahwa manusia habis lenyap karena murka Tuhan Allah (Mzm 90:7). Kemudian orang-orang mati itu dianggap turun ke dalam syeul (bnd I Sam 2:6; Yes 7:11).
Kadang-kadang dikatakan bahwa Perjanjian Lama tidak mempunyai pengertian tentang kebangkitan orang mati, atau hanya ada dalam kitab-kitab terakhir saja. Ada pendapat umum yang mengatakan bahwa Israel meminjam pengertian tentang kebangkitan ini dari orang Persia.[22] Mackintosh berkata: “Ada bukti kuat yang menunjang hipotesa bahwa pengertian mengenai kebangkitan masuk ke kalangan orang Ibrani dari Persia”[23]. Brown mempunyai pendapat yang hampir sama dengan mengatakan: Doktrin tentang kebangkitan individu mula-mula muncul dalam pikiran orang Israel setelah pembuangan, dan mungkin sekali ini adalah pengaruh orang Persia. De Bondt menyimpulkan bahwa tidak ada satu bangsa pun yang pernah berhubungan dengan Israel yang memiliki doktrin tentang kebangkitan orang mati yang bisa menjadi pola penjelasan dari apa yang kita jumpai di antara Israel sendiri. Kepercayaan kepada kebangkitan orang mati dalam Perjanjian Lama itu sendiri tidak memiliki akar dan dasar pada kepercayaan kafir tetapi hanya dapat kita jumpai dalam wahyu Allah Israel.[24]
Dan Ayub-lah orang pertama yang mencatat referensi alkitabiah tentang kebangkitan. Pernyataan Ayub jelas sekali dalam Ayub 19:25-27 menunjukkan kepercayaan mengenai kebangkitan daging.[25]  Pengharapan kepada kebangkitan orang mati diajarkan oleh nabi Yesaya, di mana mereka yang percaya kepada Tuhan akan bersorak-sorai (Yes 26:19).
Daniel menulis adanya kebangkitan bagi mereka yang telah meninggal, dalam Daniel 12:2 “Dan banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu tanah, akan bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk mengalami kehinaan dan kengerian yang kekal”. Daniel menggunakan kata “tidur” karena menurut N. T. Wright, pengertian tersebut telah dikenal secara luas dalam masa Daniel. Dan kata “bangun” mengacu kepada kebangkitan tubuh.[26] Dalam ayat ini juga menyebutkan kebangkitan orang percaya dan tidak percaya secara bersamaan, tanpa ada indikasi bahwa kebangkitan yang dialami oleh dua kelompok orang tersebut akan dipisahkan oleh sebuah periode waktu yang panjang.
Selanjutnya, bagian dalam Alkitab yang paling terkenal dalam Perjanjian Lama yang berbicara tentang kebangkitan adalah pada Yehezkiel 37:7-10.
Dalam Perjanjian Lama ada keyakinan bahwa keadaan orang di dalam dunia orang mati itu tidak sama. Yakub yakin bahwa sekalipun di dalam dunia orang mati, namun ada keselamatan baginya (Kej 49:18). Daud yakin bahwa di hadapan Tuhan ada sukacita berlimpah-limpah, dan di tangan kananNya ada nikmat senantiasa (Mzm 16:11). Demikian juga Daud yakin bahwa pada waktu bangun (dibangkitkan) ia akan menjadi puas dengan rupa Tuhan (Mzm 17:15). Bani Korakh percaya bahwa Allah akan membebaskan nyawanya dari cengkraman dunia orang mati, sebab Tuhan akan menarik dia (Mzm 49:16). Demikian seterusnya.
Oleh karena itu harapan akan adanya kebangkitan dari maut terdapat juga di dalam Perjanjian Lama. Mati bukan dipandang sebagai suatu nasib yang tidak dapat diatasi. Tuhan adalah Allah yang hidup, yang lebih kuasa daripada maut dan alam maut (Yer 13:36; Mzm 18:47). Kuasa Tuhan itu akan diungkapkan di dalam Ia akan meniadakan maut untuk seterusnya (Yes 25:8), menghidupkan pula orang-orangNya yang mati dan membangkitkan mayat-mayat mereka, sehingga mereka akan bercahaya seperti cakrawala untuk selama-lamanya.[27]


b.    Pemahaman Orang Yahudi
Yang akan kita lihat di sini yaitu tentang kepercayaan orang Yahudi tentang kebangkitan orang mati, yang mempengaruhi pemahaman dalam Perjanjian Baru, terlebih pemahaman dari Paulus.
Mazhab Yahudi Abad Pertama terbagi dalam dua kelompok yaitu yang meyakini kebangkitan orang mati dan yang menolaknya. Mazhab Saduki yang tidak meyakini kebangkitan orang mati, dan madzhab Farisi meyakini kebangkitan orang mati.
Orang Saduki merupakan para aristokrat (bangsawan) dan dipengaruhi filsafat-filsafat Yunani yang rasional. Ketika Yahuda Makabe pahlawan Yahudi berhasil mengusir pasukan penjajah Syria yang berkebudayaan Yunani dari tanah Yerusalem, maka keberadaan orang Yahudi yang mengadopsi gagasan Yunani tidak berani terang-terangan muncul ke permukaan. Namun sebagiannya ada yang tetap memelihara tradisi demikian yang kelak disebut dengan orang Saduki. Tidak jelas darimana asal usul Saduki. Mungkin dari kata Tsadiq yang artinya “benar” atau dari nama imam Tsadoq.
Orang-orang Saduki menolak tradisi para rabbi yang diturunkan dari mulut ke mulut. Mereka hanya menerima kelima Torah Musa sebagai Firman Tuhan yang tertulis. Pandangan Saduki sejalan dengan pemikir Yunani bernama Epikuros yang mengatakan bahwa jiwa seseorang turut mati saat tubuhnya mati (Yosephus, Antiquites, XIII.ii.4). Orang Saduki tidak percaya malaikat dan kebangkitan dari antara orang mati sebagaimana dikatakan:
Pada hari itu datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang berpendapat, bahwa tidak ada kebangkitan. Mereka bertanya kepada-Nya: "Guru, Musa mengatakan, bahwa jika seorang mati dengan tiada meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu. Tetapi di antara kami ada tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin, tetapi kemudian mati. Dan karena ia tidak mempunyai keturunan, ia meninggalkan isterinya itu bagi saudaranya. Demikian juga yang kedua dan yang ketiga sampai dengan yang ketujuh. Dan akhirnya, sesudah mereka semua, perempuan itu pun mati. Siapakah di antara ketujuh orang itu yang menjadi suami perempuan itu pada hari kebangkitan? Sebab mereka semua telah beristerikan dia” (Mat 22:23-28).
Orang Farisi berasal dari kalangan Hasidim pada masa pemerintahan Yohanes Hirkanus. Orang Farisi adalah para ahli tafsir tradisi dari mulut ke mulut yang berasal dari para rabi. Mereka berlatar belakangkan ekonomi menengah seperti tukang dan pedagang. Menurut sejarahwan Yahudi bernama Yosephus dalam bukunya Antiquites XII, kebanyakan orang Yahudi akan meminta nasihat dan pertimbangan untuk kasus-kasus pelik dalam hidup mereka kepada orang-orang Farisi daripada kepada raja ataupun imam besar. Karena kepercayaan masyarakat besar terhadap mereka, maka mereka menempati kedudukan penting dalam masyarakat yaitu sebagai Sanhedrin atau majelis agama. Orang Farisi percaya kepada kebangkitan orang mati.
Orang-orang farisi ini percaya bangunnya mayat-mayat yang berjudung dan yang cacad wajahnya dari kuburan mereka pada saat terdengarnya bunyi sangkakala terakhir. Orang percaya dari masa antar-Perjanjian, menganggap hal ini sebagai konsekuensi yang tak terelakkan dari ajaran Alkitab tentang penciptaan. Orang-orang yang mati syahid akan menerima kembali anggota-anggota tubuhnya pada saat kebangkitan, bukan melalui perakitan ulang (reassembling) secara mekanis bagian-bagian tubuh yang sudah tercerai-berai itu, melainkan melalui tindakan penciptaan oleh Allah (II Makabe 7:23).[28]
Pengajaran ini juga melihat Allah menaruh perhatian kepada manusia seutuhnya, bukan kepada sepotong atau sebagian dari kodrat manusia. Sejalan dengan itu, makhluk manusia yang diciptakan-ulang pada waktu kebangkitan, tak dapat tidak memiliki juga suatu tubuh, yang dihidup oleh nafas dari Allah. Karena seorang manusia yang mati dan yang bangkit adalah pribadi yang sama, maka tubuh kebangkitan itu dalam satu hal haruslah sama dengan tubuh duniawi (II Barukh 50:3-4), tetapi hanya dalam hal-hal tertentu.[29]
Rasul Paulus adalah seorang Yahudi mazhab Farisi sebagaimana dia katakan: “Dan karena ia tahu, bahwa sebagian dari mereka itu termasuk golongan orang Saduki dan sebagian termasuk golongan orang Farisi, ia berseru dalam Mahkamah Agama itu, katanya: "Hai saudara-saudaraku, aku adalah orang Farisi, keturunan orang Farisi; aku dihadapkan ke Mahkamah ini, karena aku mengharap akan kebangkitan orang mati." Ketika ia berkata demikian, timbullah perpecahan antara orang-orang Farisi dan orang-orang Saduki dan terbagi-bagilah orang banyak itu” (Kis 23:6-7).

c.    Pemahaman Dalam Perjanjian Baru
Injil Sinoptik menegaskan kebangkitan orang mati sebagaimana diajarkan oleh Perjanjian Lama. Pengajaran Yesus di situ mengenai kebangkitan orang mati ada pada perdebatan dengan orang Saduki.  Kita kembali melihat perdebatan antara Yesus dan orang-orang Saduki itu dalam Matius 22:23-28.
Jika kita menyimak persoalan yang diajukan orang-orang Saduki tentang kebangkitan orang mati, Yesus tidak menjawab inti persoalan yang dikemukakan mereka. Orang Saduki bertanya tentang keadaan yang dialami manusia setelah meninggal dunia. Apakah keadaan yang dijalani di sorga akan sama seperti yang pernah dijalaninya di atas bumi ? (masalah tentang kawin mawin). Yesus berkata : “Kamu sesat, sebab kamu tidak mengerti Kitab Suci (yang dimaksudkan-Nya ialah Alkitab PL) kuasa Allah. Karena pada waktu kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga” (Mat. 22:29-30).
Sementara, di pihak lain, untuk melawan ajaran Kaum Saduki tentang kebangkitan orang mati, Yesus berkata : “Tetapi tentang kebangkitan orang-orang mati tidakkah kamu baca apa yang difirmankan Allah ketika Ia bersabda : Akulah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub ? Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup” (Mat. 22:31-32).
Dengan kata lain, Yesus ingin mengatakan : “Urusilah kehidupan, dan tidak perlu mengurusi orang mati. Sebab kebangkitan orang mati adalah urusan Allah”. Di pihak, lain, Tuhan Yesus mengutip Perjanjian Lama (Kel 3:6), yang apabila kedua bagian itu digabungkan, maka itu berarti bahwa sekalipun Abraham, Ishak dan Yakub sudah meninggal, namun mereka akan bangkit karena Allah bukanlah Allah orang mati. Itulah pengajaran dari Injil Sinoptik.[30]
Beralih kepada Injil Yohanes, di dalam Injil ini, setelah Tuhan Yesus mengenyangkan lima ribu orang dengan lima roti dan dua ikan (6:1-15), orang banyak terus mengikuti Dia. Pada saat itu, Tuhan Yesus juga menyatakan identitas diriNya, siapa Dia sesungguhnya. Dia adalah roti hidup dan roti yang sejati yang turun dari sorga (6:25-37). Selanjutnya, Tuhan Yesus juga menyatakan kedekatanNya dengan Allah Bapa, di mana Dia ditugaskan untuk membangkitkan orang yang telah diberikan Bapa kepadaNya. Demikian penegasan Tuhan Yesus : “Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman” (Yoh 6:39-40).
Beberapa bagian dalam Yohanes yang menunjukan pengajaran Yesus tentang kebangkitan ini juga yaitu dalam pasal 5:25-29, 6:44-54, 11:24-25, 14:3 dan 17:24.
Bagaimana dengan pengajaran rasul-rasul? Kita menemukan hal yang sama, yaitu fakta adanya kebangkitan. Di dalam Kisah Para Rasul, dilihat bahwa tema kebangkitan merupakan tema penting dan sentral dalam khotbah rasul Petrus dan rasul Paulus (bnd Kis 2:24-32; 13:32-35). Itulah sebabnya rasul Paulus mendorong jemaat-jemaat untuk hidup benar dan tetap dalam pengharapan akan hidup kekal. Menurut rasul Paulus, kenyataan akan datangnya kebangkitan itulah yang seharusnya membedakan orang-orang percaya dengan yang tidak percaya    (I Tes 4:13-16). Dalam suratnya untuk jemaat di Roma juga, Paulus menjelaskan bahwa Allah menghidupkan orang mati (bnd Rom 4, 25)[31].
Ada hal lain yang diajarkan dalam Kitab Ibrani pada pasal 11:17-19, yaitu berkenaan dengan iman Abraham yang percaya akan kebangkitan orang mati, sekalipun pada saat itu (zaman Abraham) belum pernah ada orang yang bangkit dari kematian. Itulah yang dijadikan oleh penulis Ibrani sebagai contoh teladan hidup beriman: percaya walau belum pernah dilihat dan dialami.
“Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan   Ishak. Ia, yang telah menerima janji itu, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal, walaupun kepadanya telah dikatakan: Keturunan yang berasal dari Ishaklah yang akan disebut keturunanmu. Karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali.”
Kemudian, Para rasul mengajarkan Kebangkitan semua orang mati dalam hubungannya dengan kebangkitan Kristus (lih. Kis 5:1; 17:18,32; 24:15,21; 26:23). Rasul Paulus menegur jemaat di Korintus yang menolak kebangkitan orang mati, dan mengatakan bahwa dasar kebangkitan ini adalah kebangkitan Kristus , 1 Korintus 15:20-23: “Kristus telah dibangkitkan dari orang mati sebagai yang sulung dari orang- orang yang telah meninggal.
Selanjutnya dalam Wahyu, semua orang akan mengalami kebangkitan. Dan kebangkitan ini akan terjadi dua kali. Kebangkitan yang pertama adalah suatu kebangkitan para martir yang akan memerintah di atas muka bumi bersama Kristus untuk masa selama seribu tahun (Why 20:4-6); kebangkitan ke dua yaitu suatu kebangkitan umum (Why 20:11-15).



d.    Pemahaman Gereja Katolik
Oleh orang Kristen Katolik, "kebangkitan" tidak berarti hanya kembali ke kehidupan dalam tubuh manusia mati, itu berarti mengambil pada eksistensi yang sama sekali baru. Orang Kristen Katolik percaya bahwa jiwa semua orang yang telah mati akan bersatu kembali untuk tubuh mereka masing-masing, tetapi badan-badan akan memiliki karakteristik yang berbeda.
Mereka percaya bahwa tubuh akan bangkit lagi dengan integritas yang lengkap, bebas dari distorsi, dari bentuk yang buruk maupun cacat. St. Thomas Aquinas mengajarkan, “Orang akan bangkit lagi dengan kemungkinan terbesar akan kesempurnaan alami,” sehingga artinya, (tubuh yang bangkit itu) di tahap usia yang dewasa. Integritas dari tubuh setelah kebangkitan juga mensyaratkan organ- organ tubuh, dan pembedaan jenis kelamin. Namun demikian fungsi- fungsi vegetatif (makan dan berkembang biak) tidak ada lagi. Sebab dikatakan dalam Mat 22:30, “Mereka akan menjadi seperti malaikat Tuhan di surga.”
Ajaran resmi Gereja Katolik telah memelihara serta menjaga kebenaran tentang kebangkitan orang mati yang tercatat dalam Kitab Suci dalam banyak Credo-nya, pernyataan-pernyataan Konsili dan surat-surat Ensiklik para Paus dari zaman ke zaman.
Bagian-bagian Alkitab yang di ambil oleh Gereja Katolik untuk kepercayaan terhadap kebangkitan ini, sbb:
Matius 5:29-30
(Dia [Yesus] mulai mengajar mereka ...) jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, air mata keluar dan membuangnya. Lebih baik bagi Anda untuk kehilangan salah satu dari anggota tubuhmu daripada memiliki seluruh tubuh Anda dilemparkan ke neraka. Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan membuangnya. Lebih baik bagi Anda untuk kehilangan salah satu dari anggota tubuhmu daripada memiliki seluruh tubuh Anda masuk ke Gehenna.

Yohanes 11:22-26
Yesus berkata kepadanya (Martha), "Saudaramu akan bangkit." Martha berkata kepadanya, "Aku tahu ia akan bangkit, dalam kebangkitan pada hari terakhir." Yesus mengatakan kepadanya, "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya padaku, bahkan jika ia mati, akan hidup, dan semua orang yang tinggal dan percaya saya tidak akan pernah mati Apakah Anda percaya ini?."
Yohanes 06:40
(Yesus menjelaskan kepada mereka / para murid :) Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, bahwa setiap orang yang melihat Anak dan percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan Aku akan membangkitkan dia (pada) hari terakhir.
Yohanes 06:51
(Yesus mengatakan kepada mereka :) Akulah roti hidup ... setiap orang yang makan roti ini akan hidup selamanya.
Yohanes 06:54
(Yesus mengatakan kepada mereka :) Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku memiliki hidup yang kekal, dan Aku akan membangkitkan dia pada hari terakhir.   Dan sebagainya..
Paus Clement I mengatakan : "Mari kita pikirkan, yang terkasih, bagaimana Guru terus membuktikan kepada kita bahwa akan ada kebangkitan di masa depan, di mana Dia telah membuat Tuhan Yesus Kristus yang sulung tersebut, dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati. Mari kita lihat, di Hari kebangkitan yang berlangsung musiman, dan malam membuat dikenal kebangkitan kita. Malam tidur, hari muncul. Pertimbangkan tanaman yang tumbuh. Bagaimana dan dengan cara apa yang menabur terjadi? lalu penabur keluarl dan melemparkan masing-masing benih ke tanah, dan mereka jatuh ke tanah, kering dan telanjang, di mana mereka membusuk. Kemudian dari pembusukan mereka Tuhan menimbulkan mereka, dan dari satu butir lebih tumbuh dan menghasilkan buah".
Pada Konsili Lateran Keempat (1215), didefinisikan terelakkan bahwa pada kedatangan Yesus yang kedua "yang akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati, untuk membalaskan kepada setiap orang menurut perbuatannya, baik untuk orang berdosa dan kepada umat pilihan. Semuanya akan bangkit dengan tubuh mereka sendiri, yang mereka pakai saat ini, sehingga untuk menerima konsekuensi sesuai dengan perbuatan mereka, apakah baik atau buruk (bnd Rom. 2:6-11)"(konstitusi 1).
Katekismus Gereja Katolik menyatakan, "'Kami percaya pada kebangkitan sesungguhnya dari daging yang kita miliki sekarang' (Konsili Lyons II). Kami menabur tubuh fana dalam kubur, tetapi ia membangkitkan badan fana, sebuah 'tubuh rohani' (bnd 1 Kor 15:42-44) "(KGK 1017).
Juga disebutkan dalam Katekismus bahwa “Kita percaya dengan pasti dan berharap dengan penuh kepercayaan: seperti Kristus telah bangkit dengan sesungguhnya dari antara orang mati dan hidup selama-lamanya, demikianlah orang-orang benar, sesudah kematiannya akan hidup untuk selama-lamanya, demikianlah orang-orang benar, sesudah kematiannya akan hidup untuk selama-lamanya bersama Kristus yang telah bangkit kembali dan Ia akan membangkitkan mereka pada akhir zaman (bdk. Yoh 6:39-40). Seperti kebangkitan-Nya, demikian pula kebangkitan kita adalah karya Tritunggal Mahakudus” (KGK, 989).

e.    Pemahaman Reformator
Martin Luther secara pribadi percaya dan mengajarkan kebangkitan orang mati dalam kombinasi dengan jiwa tidur. Ia percaya pada hari terakhir semua orang yang mati akan dibangkitkan dan jiwa mereka kemudian akan bersatu kembali dengan tubuh yang sama yang mereka miliki sebelum mati. Tubuh kemudian akan diubah, orang jahat akan menjadi malu dan mendapatkan siksaan abadi, dan orang benar memiliki negara yang kekal dan kemuliaan surgawi.
Bagi Luther, manusia sekarang ini adalah setengah bersih dan kudus. Manusia akan benar-benar kudus dan sempurna ketika dia telah hidup baru yang akan berlangsung selama-lamannya, dalam arti ketika ia bangkit dari kematian. Ketika manusia itu mati tabiat manusiawi itu dimatikan dan dikuburkan bersama segala kotorannya. Dan Tuhan akan memunculkan kekudusannya dalam sekejap mata dan memeliharanya.[32]
Argumentasi Luther tentang kebangkitan yaitu tentang keberadaan Allah sendiri. Untuk Luther, ia cukup mengkritisi argumentasi Paulus bahwa Kebangkitan Kristus menjadi bukti yang cukup untuk doktrin kebangkitan umum nantinya. Kebangkitan orang mati tidak terbukti dengan menegaskan kebangkitan Kristus. Karena baginya jika kebangkitan Kristus menjadi acuan dari kebangkitan orang mati di akhir zaman, yang akan menerima doktrin ini hanyalah orang Kristen, bagaimana dengan mereka yang belum mengenal Yesus Kristus?
Akhirnya Luther menegaskan: barang siapa menyangkal Allah dan Firman-Nya, pembaptisan-Nya dan Injil, tidak akan merasa sulit untuk menyangkal kebangkitan orang mati juga. Jadi jika anda dapat percaya bahwa Tuhan adalah Allah, anda juga harus tidak ragu bahwa anda akan bangkit dari kematian setelah kehidupan ini, karena jika anda adalah untuk tinggal di bawah tanah, maka Tuhan adalah pembohong dan tidak menjadi Allah.[33]
Sedangkan Calvin melihat perkara kebangkitan orang mati ini sangat penting dan akan merangsang kerajinan kita. Seseorang baru dapat dikatakan benar-benar maju dalam Injil, apabila sudah merenungkan terus-menerus kebangkitan yang penuh berkah itu.
Calvin mengatakan jiwa orang-orang benar yang sudah mati akan hidup dan menikmati istirahat yang tenang dalam kebahagiaan, tetapi kebahagiaan yang sempurna baru akan dinikmati pada saat kebangkitan tubuh.
Calvin adalah teolog yang mempercayai dan mendukung pengajaran filsuf-filsuf tentang keabadian jiwa. Dia melihat perkara kebangkitan itu adalah suatu hal yang begitu tinggi sehingga perasaan orang tidak dapat tertarik kepadanya. Alkitab menyediakan dua pertimbangan yang bisa membantu iman agar mengatasi rintangan sebesar itu : yang satu terletak dalam kesamaan kita dengan Kristus, yang lain dalam kemahakuasaan Allah.
Kristus menjadi jaminan bagi kita untuk kebangkitan kelak. Kristus telah bangkit supaya kita menjadi teman-Nya dalam kehidupan yang akan datang. Ia oleh Bapa dibangunkan kembali karena Ia adalah Kepala dari Gereja, dan karena Ia dengan cara apapun juga tidak mau dipisahkan daripadanya. Pokoknya, Ia telah dibangunkan supaya menjadi Kebangkitan dan Kehidupan. Oleh cermin ini terlihat oleh kita bayangan hidup dari kebangkitan itu. Sehingga menjadi landasan yang kokoh untuk menopang hati.[34]  Calvin seperti juga Paulus,  untuk membuktikan kebangkitan itu adalah dengan harus mengarahkan pikiran kepada kekuasaan Allah yang tak terhingga. Karena “Ia akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukan segala sesuatu kepada diri-Nya” (bnd Fil 3:21).

4.2  Apa Dan Bagaimana
a.      Tubuh Rohani Manusia (daging) Yang Dibangkitkan
Dalam I Korintus 15:44 disebutkan, bahwa daging (manusia) yang telah dibangkitkan dari antara orang mati itu akan menerima tubuh rohaniah, sebab di situ disebutkan, bahwa yang ditaburkan adalah tubuh alamiah, dan yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah.[35] Ini berarti tubuh rohaniah menjadi lawan dari tubuh alamiah. Membandingkan dengan I Korintus 2:14 yang menyebutkan, bahwa manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah. Manusia duniawi di sini dapat juga disebut “manusia jiwani” atau orang alamiah (anthropos psykhikos). Yang dimaksudkan dengan “manusia duniawi” adalah manusia yang keadaannya sesuai dengan kodratnya, yang hanya memiliki hidup, yang hanya mewujudkan makhluk hidup. Sedangkan manusia rohaniah adalah manusia yang hidupnya dihubungkan dengan Roh Kudus, manusia yang menjadi tempat kediaman Roh Kudus, yang menjadi rumah rohani (I Pet 2:5), yang hidupnya dikuasai oleh Roh Kudus. Jadi, manusia akan dianugerahi tubuh yang menyatakan atau mengungkapkan karunia atau daya kekuatan Roh Kudus. Jadi hidup para orang itu akan dikuasai oleh Roh Kudus dengan secara sempurna.
Dalam Roma 8:11 hal menghidupkan kembali tubuh yang fana ini dihubungkan dengan Roh Kudus yang telah berdiam di dalam diri setiap orang. Roh Kudus telah berada di dalam Gereja sebagai tubuh Kristus, dan oleh karenanya Roh itu juga telah berada di dalam hidup manusia. Akan tetapi kelak pada hari kebangkitan, Roh Kudus akan menguasai hidup manusia dengan secara sempurna. Hal itu terjadi bukan karena ada perkembangan sedikit demi sedikit, bukan karena evolusi, melainkan karena karya Tuhan Allah yang baru, yang menjadikan Roh Kudus “mengubah” keadaan manusia. Perbedaan antara yang lama dan yang baru itu diungkapkan dengan dua ungkapan yang berlawanan, yaitu : yang fana dan yang tidak fana (I Ptr 1:23), atau: yang dapat binasa dan yang tidak dapat binasa (I Kor 15:53).[36]
Calvin berpendapat: seandainya Allah menciptakan tubuh-tubuh baru, dimanakah lalu perubahan sikap itu? Seandainya kita harus diberi tubuh baru, maka di manakah persamaan antara Kepala dan anggota-anggota-Nya? Kristus sudah bangkit, apakah Ia bangkit sambil menciptakan tubuh baru bagi diri-Nya? Tidak, tetapi seperti yang telah diramalkan-Nya : “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali” (Yoh 2:19). Tubuh yang dapat mati yang dikenakan-Nya dahulu, diterima-Nya kembali. Sebab memang tidak besar manfaatnya bagi kita apabila tubuh yang telah dikorbankan sebagai tebusan itu dibinasakan dan diganti dengan tubuh baru. Sebab tidak ada yang lebih tidak masuk di akal daripada anggapan bahwa daging kita, yang di dalamnya kita membawa kematian Kristus sendiri, tidak mendapat bagian dalam kebangkitan Kristus.[37]
Dalam hidup sekarang ini yaitu hidup dalam tubuh alamiah, manusia memiliki rahasia yang kudus, yaitu bahwa dengan tubuhnya yang alamiah itu manusia menjadi tempat kediaman Roh Kudus. Hanya saja, karya Roh Kudus di dalam hidupnya yang sekarang ini masih banyak rintangan, masih banyak ancamannya (I Kor 15:43; Flp 3:21). Akan tetapi kelak, mulai hari kebangkitan, tidak ada lagi yang merintangi karya Roh itu, sebab maut telah ditiadakan. Selanjutnya Menurut Tim Lahaye:
Alkitab mengajarkan bahwa tubuh kita sekarang ini adalah tubuh yang akan binasa (I Kor 15:53-54), itu berarti tubuh itu bersifat manusiawi atau alamiah. Pada saat kematian, jiwa kita (bagian yang abadi dari keberadaan kita) dan “kodrat kita yang baru” atau “roh” akan bersatu dengan Kristus, di mana ia berdiam hingga kebangkitan-pengangkatan.
Tubuh rohani atau tubuh sorgawi, yang akan dibangkitkan itu terbuat dari elemen-elemen tubuh kita yang sekarang ini, atau tubuh kita yang dahulu, dalam hal orang-orang percaya yang telah mati. Elemen-elemen itu tida pernah hilang; Allah dapat mengumpulkan elemen-elemen tubuh dari tempat mana pun di alam semesta ini tidak peduli di mana mereka berada pada hari kebangkitan, dan Ia dapat mempersatukan mereka dengan roh dan jiwa selamanya.
Daging yang telah dibangkitkan itu, terbuat dari elemen-elemen tubuh kita yang lama, akan dapat dikenali, dapat berkomunikasi dengan orang-orang kudus lain, dan bahkan dapat makan karena Tuhan kita pun makan ikan bersama murid-murid-Nya setelah kebangkitan-Nya (lih. Luk 24:30). Namun demikian, tubuh kebangkitan-Nya tidak tunduk pada ruang ataupun waktu. Dalam keadaan ini kita akan bersama-sama Tuhan selamanya. Ini adalah tubuh yang tidak dapat binasa di mana kita akan bersama Kristus selama seribu tahun dalam pemerintahan-Nya, setelah itu masuk ke sorga untuk selamanya.[38]

Peristiwa ini benar-benar akan terjadi, yang fana akan diganti dengan yang tidak fana, dan yang hina akan dijadikan mulia, yang lemah akan dijadikan kuat sentosa, yang alamiah akan dijadikan rohaniah (I Kor 15:42-44). Dalam Filipi 3:21 disebutkan, bahwa tubuh kita yang hina ini akan diubah sehingga menjadi serupa dengan tubuh Kristus yang mulia.
Kelak pada hari kebangkitan manusia akan dijadikan serupa dengan hidup-Nya, serupa dengan gambar-Nya. Oleh karena itu tubuh kita akan dijadikan serupa dengan tubuh-Nya yang telah dimuliakan. Demikianlah sebenarnya tubuh kita yang akan dimuliakan, itu bukanlah hal yang asing sama sekali bagi  manusia di dalam dunia ini. “Serupa dengan kematian Kristus” tadi ditujukan kepada “serupa dengan hidup-Nya”, yang akan dinyatakan atau diungkapkan jikalau kita sampai kepada kebangkitan dari antara orang mati (Flp 3:11).

b.      Yesus Kristus Sebagai Yang Sulung
Telah disinggung di atas dan bagian-bagian sebelumnya, bahwa kebangkitan nanti akan seperti kebangkitan Yesus Kristus. Dan memang janji kebangkitan itu telah dinyatakan oleh Yesus Kristus sebagai yang sulung dari kebangkitan itu.
Dengan kebangkitan Kristus dari antara orang mati, Ia telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa (2 Tim 1:10). Padahal kebangkitan Kristus ini bukanlah suatu peristiwa yang berdiri sendiri, tanpa hubungan dengan dengan apapun. Yang bangkit dari antara orang mati itu adalah juga yang menjadi Kepala Gereja-Nya, dan memiliki Gereja sebagai tubuh-Nya. Maka kebangkitan-Nya adalah kebangkitan yang sulung, yang akan diikuti oleh kebangkitan-kebangkitan yang lain (Kol 1:18; Why 1:5). Itulah sebabnya Paulus dapat berkata : “Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milikNya pada waktu kedatanyaNya” (I Kor 15:23).[39]
Dan memang titik pangkal teologi Paulus (dan seluruh Gereja purba) adalah kebangkitan Kristus. Padahal kebangkitan Kristus adalah permulaan zaman terakhir. Kristus adalah “yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal”     (I Kor 15, 20), maksudnya: “Yang Sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati” (Kol 1,18). Kebangkitan Kristus adalah tindakan penyalamatan Allah yang berarti permulaan keselamatan yang definitif.[40]
Orang Yahudi tidak percaya bahwa peristiwa “kebangkitan” telah terjadi lebih dahulu pada Yesus sebagai yang sulung sebelum kebangkitan terjadi pada semua orang. Khususnya kelompok Farisi, mereka memiliki keyakinan yang kuat mengenai kebangkitan, namun pengakuan akan kebangkitan Yesus tidaklah masuk akal mereka. Mereka melihat, kebangkitan akan terjadi bagi seluruh orang Israel, tetapi bagaimana mungkin itu terjadi pada diri seorang manusia yang disebut Yesus? Disinilah Injil dan Paulus memberikan suatu presentasi yang unik. Yesus adalah Israel itu sendiri, Dia adalah Anak Allah sebagaimana Israel adalah anak Allah. Didalam kebangkitanNya, maka nubuatan akan penggenapan bagi restorasi Israel telah dimulai, tetapi belum sampai pada kesempurnaannya. Ketegangan antara ´already´ and ´not-yet´ menjadi corak pemberitaan akan kebangkitan Israel didalam kebangkitan Yesus.
Kebangkitan Yesus adalah suatu buah sulung dari kebangkitan orang percaya. Didalam kebangkitanNya kita menemukan klimaks dari perjanjian Allah kepada Israel dan umat manusia, dimana kejahatan dan maut telah ditaklukkan, dan kepada kita semua diberikan undangan untuk berpartisipasi dalam kerajaan Allah yang telah menerobos masuk ke dalam sejarah manusia dan memberikan suatu perubahan yang final akan arah sejarah dan tujuan bumi ciptaan Tuhan.
Jadi, kebangkitan yang akan terjadi nanti bagi orang-orang yang sudah mati juga bagi mereka yang masih hidup ketika Ia datang kembali akan menjadi seperti kebangkitan Kristus yang kita percayai dan imani. Tubuh yang akan dimiliki adalah tubuh yang dimuliakan dan sempurna seperti tubuh Yesus Kristus. Dan kepastian juga jaminan akan kebangkitan itu sudah nyata dalam diri Yesus.


c.         Kekekalan Jiwa
Calvin berpendapat: Jiwa tidak mengalami kebangkitan karena jiwa tidak mati. Ungkapan ini menjadi sub judul dalam tulisannya/bukunya Institutio. Calvin rupanya menyetujui pengajaran para filsuf tentang keabadian jiwa. Baginya adalah suatu kesesatan bila roh,yang diciptakan menurut gambar Allah, dianggap sebagai embusan napas dengan segera menghilang, yang hanya selama kehidupan yang fana ini menghidupkan tubuh; adalah suatu kesesatan yang keji apabila bait Roh Kudus dibinasakan, dan akhirnya dari bagian kita yang memperlihatkan tanda-tanda kebakaan, karunia itu dirampas sehingga keadaan tubuh lebih baik dan lebih unggul dari keadaan jiwa.
Bagi Calvin, Alkitab memberikan ajaran yang lain sama sekali: ia mengibaratkan tubuh dengan kemah yang, katanya, kita tinggalkan apabila kita mati. Karena Alkitab menilai kita dengan memperhatikan unsur yang membedakan kita dari hewan yang tak berakal. Jika jiwa itu tidak lebih panjang umurnya dari tubuh, apakah kiranya yang menikmati kehadiran Allah apabila sudah terpisah dari tubuh?[41] Namun Calvin juga mengakui bahwa jiwa tidak memiliki kekekalan secara alamiah, tetapi hal itu diberikan oleh Allah kepada jiwa.[42]
Pernyataan Kitab Suci tidak menceraikan tubuh dan jiwa pada manusia untuk merendahkan tubuh dan mengatakan, bahwa tubuh akan binasa sama sekali padahal jiwa akan merasakan kekekalan.[43] Menurut Alkitab, tubuh sama pentingnya dengan jiwa; Allah menciptakan manusia secara keseluruhan, yaitu sebagai tubuh dan jiwa. Tubuh tidak lebih rendah daripada jiwa, atau bukan bagian yang tidak penting dari keberadaan manusia. Jika tubuh tidak penting, maka Allah tidak perlu mengambil rupa manusia dalam bentuk daging (inkarnasi). Konsep Alkitab ialah bahwa tubuh bukanlah penjara jiwa, melainkan bait Roh Kudus; manusia tidak akan lengkap tanpa tubuh. Karena itu, kondisi mulia di masa mendatang bagi orang percaya bukan hanya berupa jiwa yang akan terus ada, melainkan mencakup segala aspek mulia dari kebangkitan tubuh. Bagi orang beriman, kebangkitan adalah sebuah transisi ke dalam kemuliaan, di mana tubuh kita akan menjadi seperti tubuh kemuliaan Kristus. 
G.C. Berkouwer menolak konsep kekekalan jiwa sebagai doktrin Kristen, dan menegaskan, "Alkitab tidak pernah secara khusus memperhatikan konsep kekekalan seperti itu, apalagi berbicara tentang kekekalan dalam diri manusia, yang akan tetap ada setelah kematian, entah dalam kondisi apa pun. Konsep semacam ini hanya menyebabkan kita memisahkan manusia dari ketergantungannya kepada Allah yang hidup.
Alkitab tidak menggunakan istilah "kekekalan jiwa". Alkitab memakai kata kekekalan untuk dikenakan pada: Allah, keberadaan manusia secara utuh pada waktu kebangkitan, dan pada kondisi yang digambarkan sebagai yang tak dapat binasa, atau firman yang tidak fana, tetapi tidak pemah pada jiwa manusia.[44]
Apa yang Alkitab ajarkan sebagai tujuan utama eskatologi adalah kebangkitan tubuh. Kalaupun kita ingin tetap memakai istilah kekekalan dalam kaitannya dengan manusia, maka kita harus berkata bahwa manusia, dan bukannya jiwa, yang bersifat kekal. Tetapi, tubuh manusia harus menjalani transformasi terlebih dahulu melalui kebangkitan sebelum ia dapat sepenuhnya menikmati kekekalan.[45]
d.        Waktu Kebangkitan
i.          Pandangan Pre-Milenialisme Berkenaan Dengan Waktu Kebangkitan.
Bagi orang premilenialis[46], kebangkitan orang kudus akan terpisah seribu tahun dari kebangkitan orang durhaka. Kebangkitan orang-orang percaya akan terjadi di awal kerajaan seribu tahun, sedangkan kebangkitan orang-orang yang tidak percaya akan berlangsung di akhir masa seribu tahun.[47] Mereka tampaknya menganggap pernyataan bahwa kedua kelompok orang ini tidak mungkin bangkit bersamaan sebagai suatu pernyataan yang tidak mungkin bangkit bersamaan sebagai suatu pernyataan yang tidak perlu dibuktikan kebenaranya. Dan bukan hanya itu saja, jenis premilenialisme yang saat ini sangat dominan dengan teori mereka tentang dua kali kedatangan Kristus, merasa perlu mengemukakan adanya kebangkitan yang ke tiga. Semua orang kudus pada dispensasi yang terdahulu dan sekarang dibangkitkan pada saat parousia. Mereka yang masih hidup pada waktu itu akan segera diubahkan dalam sekejab mata. Tetapi di dalam masa tujuh tahun yang mengikuti parousia itu banyak orang kudus akan mati, terutama dalam masa aniaya besar. Mereka itu juga perlu dibangkitkan, dan kebangkitan mereka akan terjadi pada pengungkapan hari Tuhan, tujuh tahun setelah parousia. Tetapi Premilenialisme bahkan tidak dapat mengakhiri bagian ini dengan baik. Karena kebangkitan pada akhir jaman disediakan bagi orang durhaka, sebab kedua kelompok orang itu tak dapat dibangkitkan pada waktu yang sama.



ii.        Indikasi Alkitab Mengenai Waktu Kebangkitan
Menurut Alkitab, kebangkitan orang mati terjadi bersamaan dengan parousia, dengan pengungkapan hari Tuhan, dan dengan akhir jaman, serta akan segera mendahului penghakiman terakhir. Alkitab sama sekali tidak mendukung pandangan premilenialisme terhadap doktrin mereka.
Di berbagai tempat, Alkitab menunjukan bahwa kebangkitan orang benar dan orang jahat terjadi bersamaan, yaitu diantaranya dalam Daniel 12:2; Yohanes 5:28-29; Kisah rasul 24:15;Wahyu 20:13-15. Seluruh ayat-ayat ini membicarakan kebangkitan sebagai suatu peristiwa tunggal dan sama sekali tidak menunjukan indikasi bahwa kebangkitan orang benar dan orang durhaka terpisah selama seribu tahun.
Dalam Yohanes 5:21-29, Tuhan Yesus menggabungkan pemikiran tentang kebangkitan, termasuk kebangkitan orang benar, dengan pemikiran tentang penghakiman, yang di dalamnya termasuk juga penghakiman terhadap orang durhaka. II Tesalonika 1:7-10 dengan jelas menunjukan bahwa parousia (ay 10), pengungkapan (ay 7), dan penghakiman bagi orang durhaka (ay 8,9) terjadi bersama-sama. Jika tidak demikian, maka bahasa akan kehilangan maknanya. Lebih dari itu, kebangkitan orang percaya segera terkait dengan kedatangan Tuhan Yesus yang ke dua kali, seperti yang disebutkan dalam I Korintus 15:23; Filipi 3:20-21; dan I Tesalonika 4:16. Kebangkitan itu juga disebutkan terjadi pada akhir jaman, Yohanes 6:39-40, 44-54 atau pada hari terakhir. Ini berarti bahwa orang percaya dibangkitkan pada hari terakhir, yang juga adalah hari kedatangan Tuhan Yesus. Kebangkitan ini tidak mendahului akhir jaman selama satu periode seribu tahun. Untungnya ada sejumlah orang premilenialis yang tidak menerima teori adanya tiga kali kebangkitan, walaupun tetap memegang doktrin kebangkitan ganda.[48]



            [1] Soedarmo, R. Ikthisar Dogmatika. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009). 248
            [2] Soedarmo, R. Ikthisar Dogmatika. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009). 249
            [3] Dainton, Martin. Apa Yang Terjadi Setelah Kita Mati ? (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih. 2009). 52

            [4] Luther, Martin. Katekismus Besar. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009).138
            [5] Bnd. Hadiwijono, Harun. Iman Kristen. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010). 173
            [6] Bnd. Hadiwijono, Harun. Inilah Sahadatku. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009). 61
            [7] Abineno, Ch. J. L. Manusia dan Sesamanya Di Dalam Dunia. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2003). 42
            [8] Milne, Bruce. Mengenai Kebenaran: Panduan Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2011). 137
            [9] Bnd Hadiwijono, Harun. Iman Kristen. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010) 173-174
            [10] Bnd teologi perjanjian baru 1, hal 181
            [11] Hadiwijono, Harun. Iman Kristen. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010). 174
            [12] Hadiwijono, Harun. Iman Kristen. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010). 178
            [13] Bnd teologi sistematis, hal 90-91
            [14] Teologi sistematis, hal 91
            [15] Milne, Bruce. Mengenai Kebenaran: Panduan Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2011). 138
            [16] Bnd Bertens, K. Sejarah Filsafat Yunani. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2008). 114-115
            [17] Hadiwijono, Harun. Iman Kristen. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010). 181
            [18] Bertens, K. Sejarah Filsafat Yunani. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2008). 113
            [19] Hadiwijono, Harun. Iman Kristen. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010). 184
            [20] Soedarmo, R. Ikthisar Dogmatika. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009). 250
            [21] Hadiwijono, Harun. Iman Kristen. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010). 477
            [22] Berkhof Louis. Teologi Sistematika. (Surabaya: Momentum. 2010). 117
            [23] Immortality and the future, hal 34
            [24] Lahaye. Memahami Nubuat Akitab Bagi Diri Anda. Batam: Gospel Press. 2010). 142
            [25] Berkhof Louis. Teologi Sistematika. (Surabaya: Momentum. 2010).118
            [26] Sagala Mangaul. Kristus Pasti Datang. (Jakarta: Perkantas. 2009). 89
            [27] Hadiwijono, Harun. Iman Kristen. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010). 494
[28] Toombs L. Di Ambang Fajar Kekristenan. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1987). 118
[29] Toombs L. Di Ambang Fajar Kekristenan. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1987). 119
            [30] Sagala Mangaul. Kristus Pasti Datang. (Jakarta: Perkantas. 2009). 92
            [31] Jacobs Tom. Paulus: Hidup, Karya dan Teologinya. Yogyakarta: BPK Gunung Mulia,  Kanisius. 1983). 246
            [32] Bnd Luther, Martin. Katekismus Besar. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009).
 138
            [33] Bnd Commentary on Carinthians IS, hal 91-99
            [34] Calvin, Yohanes. Intitutio. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009). 175
            [35] Hadiwijono, Harun. Iman Kristen. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010). 497
            [36] Hadiwijono, Harun. Iman Kristen. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010). 498
            [37] Calvin, Yohanes. Intitutio. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009).179
            [38] Lahaye. Memahami Nubuat Akitab Bagi Diri Anda. Batam: Gospel Press. 2010). 151
            [39] Hadiwijono, Harun. Iman Kristen. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010). 495
            [40] Jacobs Tom. Paulus: Hidup, Karya dan Teologinya. Yogyakarta: BPK Gunung Mulia,  Kanisius. 1983). 246
            [41] Calvin, Yohanes. Intitutio. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009).
177-178
            [42] Dalam tafsiran terhadap I Timotius 6:16
            [43] Soedarmo, R. Ikthisar Dogmatika. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009). 256
            [44] Hoekema Anthhony. Alkitab Dan Akhir Zaman. (Surabaya: Momentum
2009). 118
            [45] Hoekema Anthhony. Alkitab Dan Akhir Zaman. (Surabaya: Momentum
2009). 121
            [46] Premilenialisme adalah suatu pandangan yang menyatakan bahwa kedatangan Kristus yang kedua kali akan terjadi sebelum seribu tahun, dan Kristus akan mendirikan Kerajaan-Nya di bumi ini selama seribu tahun. Sedangkan, J. Dwight Pentecost mengatakan premilenilisme adalah pandangan yang mengatakan, bahwa Kristus akan datang kembali ke bumi, secara fisik dan harafiah, sebelum kerajaan seribu tahun di mulai dan bahwa Dia melalui kehadiran-Nya sebuah kerajaan akan dimulai di bawah pemerintahan-Nya.
            [47] Hoekema Anthhony. Alkitab Dan Akhir Zaman. (Surabaya: Momentum
2009). hal 324
[48] Berkhof Louis. Teologi Sistematika. (Surabaya: Momentum. 2010).  123-124


1 komentar:

  1. Borgata Hotel Casino & Spa - Mapyro
    View 시흥 출장샵 detailed driving directions to Borgata Hotel Casino & Spa, Atlantic 영천 출장샵 City, based on live 포항 출장마사지 traffic updates and road conditions – from Mapyro 김제 출장샵 fellow 원주 출장안마

    BalasHapus