1.
Kebangkitan
Daging Sebagai Eskatologi Jemaat
Kata Eskatologi berasal dari kata eskatos
( ἔσχατος ), yang berarti ‘yang terakhir’,
‘yang selanjutnya’, dan ‘yang paling
jauh’. Ketika kata eschalos disandingkan dengan kata logos maka muncullah istilah bahasa Indonesia “eskatologi”. Eskatologi adalah bagian dari dogmatika, yang
membicarakan pernyataan Kitab Suci tentang hal-hal yang terjadi sesudah orang
meninggal dan hal-hal yang akan terjadi pada zaman yang terakhir (ta eschata = hal-hal yang terakhir).[1]
Selanjutnya Dr. R. Soedarmo mengatakan
bahwa yang harus diperhatikan dalam memikirkan eskatologi, yaitu cara berpikir
kita yang harus teosentris, karena
menyangkut keinginan kita untuk mengetahui akan hal-hal yang berhubungan dengan
nasib kita sesudah mati. Kita harus berhati-hati jangan pertanyaan-pertanyaan
yang akan timbul membawa pada egosentris
kita.
Eskatologi merupakan ilmu teologi yang
berbicara tentang hal-hal yang bertalian dengan akhir zaman. Eskatologi ini
terkait dengan beberapa istilah dan pengertian yang lain seperti : Kedatangan Kristus kembali,
kebangkitan daging,
penghakiman dan
kerajaan seribu tahun dan juga tanda-tanda,
atau hal-hal yang mendahului akhir zaman itu. Istilah ini disebut juga dalam
berbagai bentuk, misalnya : Hari Tuhan
(Kis. 2:20; II Petr.3:10 dan I Tes.5:2), Hari Kristus
(Flp. 1:10), Hari Terakhir (Mat. 7:22), Akhir Zaman
(Yoh. 6:39).
Kedatangan Yesus Kristus kembali menurut
saya adalah inti dari harapan eskatologi
umat. Kedatangan Yesus Kristus kembali itu, salah satu maksudnya yaitu untuk
mengadili manusia (Yoh 5:22 “Bapa tidak menghakimi siapa pun, melainkan telah
menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak”; Kis. 10:42 “Dan Ia telah
menugaskan kami memberitakan kepada seluruh bangsa dan bersaksi, bahwa Dialah
yang ditentukan Allah menjadi Hakim atas orang-orang hidup dan orang-orang
mati”; 2 Kor 5:10 “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus,
supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang
dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahatnya”; dsb). Segala orang
akan diadili, baik orang yang benar maupun orang yang fasik (Mat 25:46), dan
semua mereka yang mati akan dibangkitkan (Kis 24:15).[2]
Jadi harapan eskatologi umat Kristen yaitu selain harapan akan kembalinya Yesus
Kristus tapi juga berisi harapan manusia untuk datang kembali.
2.
Arti
Dan Istilah
Dalam
Perjanjian Lama, contohnya Daniel 12:2 berisi “Dan Banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu
tanah, akan bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk
mengalami kehinaan dan kengerian yang kekal”. Dan dalam Perjanjian Baru,
contohnya Yohanes 5:28-29 mengatakan “Jangalah
kamu heran akan hal itu, sebab saatnya akan tiba, bahwa semua orang yang di
dalam kuburan akan mendengar suara-Nya, dan mereka yang telah berbuat baik akan
keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat
jahat akan bangkit untuk dihukum ”.
Ini
menunjukan bahwa pengajaran tentang kebangkitan daging dan pengharapan akan hal
itu sudah ada dalam Perjanjian Lama dan tetap ada pada Perjanjian Baru sampai
sekarang.
Jadi
jelas kebangkitan daging adalah pengharapan eskatologis tentang dibangkitkannya
orang yang sudah mati oleh Tuhan ke dalam kehidupan yang baru.[3]
Dan kebangkitan ini akan terjadi ketika Tuhan Yesus Kristus datang kembali ke
dunia.
Kepercayaan
dan pengharapan akan kebangkitan ini, dicantumkan atau ditaruh dalam bagian
Pengakuan-pengakuan Iman Kristen sebagai salah satu pokok penting. Baik dalam
Pengakuan Iman Rasuli, Pengakuan Iman Nicea Konstantinopel, Pengakuan Iman
Athanasius, juga pengakuan-pengakuan iman yang lain. Namun dalam
Pengakuan-pengakuan Iman tersebut kita melihat perbedaan istilah yang digunakan
yang menyinggung pokok kebangkitan ini.
Pengakuan
Iman
Rasuli
|
Pengakuan
Iman
Nicea-Konstantinopel
|
Pengakuan
Iman
Athanasius
|
Carnis resurrectionem
|
Expectamus resurrectionem
mortuorum
|
Ad cujus adventum omnes homines resurgere
habent cum corporibus suis
|
The resurrection of the body.
|
I (or We) look for the resurrection of the dead
|
at whose coming all men shall rise
again with their bodies
|
Kebangkitan daging
|
Aku
menantikan kebangkitan orang mati
|
Ia akan datang kembali dan pada waktu itu umat manusia akan bangkit dalam tubuhnya
masing-masing
|
|
|
|
Jadi
pada Pengakuan Iman Rasuli dipakai istilah “Kebangkitan Daging”, pada Pengakuan
Iman Nicea-Konstantinopel dipakai istilah “Kebangkitan Orang Mati”, dan pada
Pengakuan Iman Athanasius dipakai istilah “Kebangkitan Tubuh”.
Gereja Katolik di Indonesia
menerjemahkan dengan kata "Kebangkitan Badan." Teks aslinya memakai
kata sarkos anastasis (Yunani) atau carnis resurrectionem
(Latin).
Jika ingin menggunakan terjemahan yang lebih hurufiah, maka terjemahan dari
Pengakuan Iman Rasuli dengan kebangkitan daging (resurrection of the body) dan
dari Nicea-Konstantinopel dengan kebangkitan orang mati (resurrection of the
dead) yang lebih sesuai dengan kata sarkos
atau carnis.
Gereja
aliran Calvinis menggunakan terjemahan “kebangkitan daging” (resurrection of
the body). Kata “daging” ini berasal dari kata “sarx”, yang menunjukan manusia
seutuhnya, karena itu di Yohanes 1:14 menyatakan : “Firman itu telah menjadi manusia” (ho logos sarx egeneto).
Pengertian
dari makna “daging” menunjuk manusia lahiriah dan batiniah. Sehingga ketika
rasul Paulus berbicara di Roma 7:14, yaitu: “tetapi aku
bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa”, menunjuk: seluruh kemanusiaan yaitu kedirian manusia
secara total telah jatuh di dalam dosa. Yang jatuh di dalam dosa bukan hanya tubuh fisiknya
saja, sebab roh manusia juga telah berdosa, totalitas kedirian manusia berdosa.
Istilah
kebangkitan daging (sarkos) yang dipakai oleh Gereja aliran calvinis atau istilah Kebangkitan
badan (carnis) yang dipakai oleh Katolik memiliki pengertian yang sama
dengan “kebangkitan orang mati”, sejauh: Istilah-istilah tersebut dipakai untuk menunjuk
manusia secara utuh, dan tidak ada sikap dualisme yang memisahkan tubuh dan
roh.
Luther juga menuliskan: “Daging” di sini berarti
manusia seutuhnya: tubuh dan jiwa, sesuai dengan pemakaiannya dalam Kitab Suci
di mana manusia disebut juga daging dan dalam Pengakuan Iman di mana kita
berkata : “Aku percaya akan kebangkitan daging”, yakni semua orang.[4]
Lanjutnya, Luther menegaskan istilah “kebangkitan daging” atau “kebangkitan
tubuh” atau pun “kebangkitan badan” tidaklah begitu penting asalkan kata-kata
tersebut dimengerti dengan benar dan menunjukan manusia secara utuh.
3.
Manusia
Karena objek dari kebangkitan daging ini
adalah manusia, maka akan dijelaskan terlebih dahulu tentang manusia itu
sendiri.
3.1 Beberapa Pandangan Tentang Manusia
Manusia menurut golongan evolusionis,
merupakan hasil proses evolusi alamiah dari suatu bentuk kehidupan yang lebih
sederhana. Para peneliti mengatakan bahwa manusia merupakan evolusi dari
binatang. Jadi manusia itu berasal dari binatang, dan itu berarti daging
manusia sama dengan daging binatang, hanya manusia adalah evolusi sempurna dari
binatang.
Namun Alkitab dengan tegas membedakan
antara daging manusia dan daging binatang. Dalam 1 Korintus 15:39 disebutkan ‘Bukan semua daging sama: daging manusia lain
dengan daging binatang, lain dari daging burung, lain dari pada daging ikan’.
Juga pendapat evolusionis sangat berbeda dengan penciptaan manusia dalam
Kejadian 1.
Di dalam Agama Suku Murba salah satunya
di Indonesia ialah suku Dayak mempercayai, manusia adalah keturunan para dewa,
baik karena hasil perkawinan dewa alam atas dan dewa alam bawah, maupun karena
hasil pertarungan kedua tokoh ilahi itu.
Bagi Agama Hindu, manusia secara
lahiriah maupun secara batiniah, mengalir keluar dari Siwa, yang disebut Brahman.
Manusia terdiri dari tiga bagian, yaitu:
jiwa yang kekal, yang berasal dari pada Tuhan, dan hakekatnya sama dengan
hakekat Tuhan (Roh Suci atau percikan Tuhan); badan halus, yang terdiri dari alat-alat batiniah atau jiwani; dan badan kasar, yaitu tubuh jasmani.
Menurut ajaran ini, Roh Suci dari Tuhan itu (jiwa yang kekal) dipenjara dalam tubuh (badan kasar).
Sedangkan Islam mengajarkan, manusia
adalah makhluk Tuhan Allah. Manusia berada karena diciptakan oleh Tuhan Allah.
Manusia terdiri dari dua bagian, yaitu: badan
wadag atau badan jasmani, dan nyawa
atau roh-nya. Nyawa manusia adalah zat yang halus, yang pada waktu mati
meninggalkan tubuhnya yang kasar itu.[5]
Di Kejadian 2:7 disebutkan, bahwa ‘Tuhan
Allah membentuk manusia dari debu dan menghembuskan nafas hidup ke dalam
hidungnya; demikianlah manusia menjadi makhluk yang hidup’. Ini berarti manusia
bukanlah berada dengan sendirinya, tapi bahwa ada yang menciptakannya, yaitu
Tuhan Allah sendiri. Tuhan Allah yang menciptakan manusia secara langsung. Dan
jelas sekali bahwa manusia bukanlah Allah, manusia adalah makhluk, yang adanya
karena diadakan, yang hidupnya karena dihidupi.[6]
Manusia berbeda dengan makhluk-makhluk lain. Manusia tidak berasal dari dunia
binatang, ia tidak bercampur dengan mereka. Ia mempunyai persekutuan dengan
Allah. Tetapi juga manusia bukan ilah dan bukan makhluk ilahi.
Manusia diciptakan Imago Dei, yaitu
segambar dengan rupa Allah. Ungkapan “segambar dengan Allah” adalah ungkapan
untuk relasi khusus yang terdapat antara Allah dan manusia, yaitu sebagai
relasi khusus dalam panggilan manusia sebagai makhluk yang bertanggung jawab,
tanggung jawab dengan Allah, dengan sesamanya maupun tanggung jawab terhadap
bumi.[7]
3.2.
Struktur Manusia
Menurut Bruce Milne, Alkitab membedakan
beberapa segi dalam sifat manusia, misalnya:
Roh
(Ibr, ruakh, Yun. pneuma);
Jiwa
(Ibr. na fesy, Yun. psukhe);
Tubuh
(hanya dalam PB, Yun.soma); dan
Daging
(Ibr. basar, Yun.sarx).
Kata “hati” (Ibr. lev, Yun. kardia)
biasanya mengacu pada manusia seluruhnya, yang dilihat dari pusat pengendalian
dirinya, manusia secara hakiki.[8]
Dari Kejadian 2:7, yang disebutkan
sebelumnya, manusia diciptakan dari debu tanah, yang ke dalamnya dihembuskan
nafas hidup. Kata “debu tanah” di sini adalah adamah, yang di tempat lain dipakai kata “daging” atau basar untuk menyebut tubuh manusia itu.
Kata basar ini di dalam bahasa Yunani
adalah sarx. Kedua kata ini di dalam
Alkitab dipakai dan diterjemahkan dalam hubungan yang bermacam-macam,
umapamanya : tubuh (Ayb 19:26; Mzm 16:9; Kis 2:26), makhluk (mzm 145:21),
manusia (Yes 31:3), orang (Luk 3:6), dan sebagainya.
Jadi yang dimaksud dengan “debuh tanah”
atau “daging” pertama-tama adalah tubuh atau badan manusia, bentuk atau
penampakan manusia yang lahiriah, segi yang keduniawian atau segi kodrati
manusia (bnd Yoh 1:13; 3:5), yang menjadikan manusia sebagai makhluk berbeda
sekali dengan Tuhan Allah Khaliknya. Debu tanah dan daging tidak memiliki hidup
di dalam dirinya sendiri. Debu tanah dan daging hanya dapat hidup selama Tuhan
Allah memberikan hidup kepadanya (Kej 6:1,3).[9]
Tubuh di dalam Alkitab bukan hanya
dipandang sebagai bentuk, lawan dari isi, akan tetapi tubuh juga dipandang
sebagai cara berada manusia yang secara asasi dan konstitutip, Manusia tidak
dapat dipisahkan daripada tubuhnya. Menyebut “tubuh” manusia berarti menyebut
manusia itu sendiri (bnd 1 Kor 15:35). Tabiat atau kodrat insani manusia
dinyatakan atau diungkapkan dengan jelas di dalam tubuhnya yang jasmani itu,
yang mewujudkan suatu kesatuan harmonis dengan segala bagian-bagiannya.
Menurut Donal Guthrie dalam Perjanjian
Baru, tubuh itu juga diartikan dengan kata soma
(Yunani). Bagi Guthrie, soma berbeda
dengan sarx. Manusia yang dilihat
sebagai sarx ialah manusia sebagai
anggota dunia jahat yang sekarang ini (Gal 1:4). Dan pada Roma 8:10-11
dijelaskan tubuh (soma) itu adalah
hal yang fana sifatnya. Lanjut Guthrie, tujuan sesungguhnya dari tubuh itu
ialah sebagai Bait Roh Kudus, karena itu Allah dapat dimuliakan dalam tubuh itu
(I Kor 6:19-20).[10]
Di sini peneliti melihat jika Guthrie beranggapan bahwa tujuan dari tubuh (soma) itu ialah sebagai Bait Roh Kudus,
dengan melihat kembali pada Kejadian 2:7, maka dapat disimpulkan bahwa soma ini sama fungsinya dengan basar, dan itu berarti sama juga dengan
arti sarx.
Menurut Alkitab tubuh atau badan
menampakkan pribadi manusia dalam keseluruhannya. Manusia tidak mungkin berada
tanpa tubuh. Badan atau tubuh adalah bagian yang asasi dari manusia.[11]
Jika orang berkata : “tubuhku rindu akan Tuhan dan ingin memuji-muji Tuhan” hal
itu berarti : “aku rindu akan Tuhan dan ingin memuji-muji Tuhan”.
Hal yang berikut dalam Kejadian 2:7
ialah, bahwa manusia adalah debu tanah yang ke dalam hidungnya dihembuskan
“nafas hidup” sehingga menjadi makhluk yang hidup. Kata makhluk diterjemahkan
dari kata nafesy, di dalam Alkitab
diterjemahkan dengan binatang (Kej 1:21), nafsu (Mzm 78:18), keinginan (Pkh
6:7), rasa lapar (Amz 16:26), orang (Yer 2:34), dan lain-lain. Jadi jika kata nafesy ini diterapkan pada manusia maka
kata itu berarti nafsu, yang bukan berarti nafsu makan dan minum atau tidur,
tapi juga berarti membenci, bergirang, dan sebagainya.
Nafesy
juga dapat berarti emosi, yang biasanya diterjemahkan dengan kata “jiwa” (Kel
23:9) atau “hati” (Im 26:36). Akhirnya kata nafesy
diterjemahkan dengan “orang”, dan diterapkan kepada manusia itu sendiri sebagai
suatu pribadi (Kej 14:21; bnd Bil 23:10, dll).
Pada umumnya Alkitab memakai kata nafesy (Ibrani) dan psykhe (Yunani) untuk mengungkapkan manusia secara keseluruhan,
manusia sebagai makhluk yang bernafsu, yang berkehendak, yang berpikir, dan
sebagainya.
Di dalam Alkitab kata “hati” dipandang
sebagai tenaga untuk memperhatikan (Yeh 44:5), tempat kehendak, maksud dan
sikap, yang baik maupun yang jahat (Ul 6:5; 4:29; Kel 35:5), sebagai tempat
akal budi (I Raj 3:12; Rm 12:2). Demikian ungkapan hati menunjukan kepada segi
yang terdalam dari pribadi manusia. Hati manusia adalah kehendak manusia yang
rasionil, yang penuh kesadaran, yang mengadili dan yang memilih, dan lain-lain.
Hati adalah segi batin manusia yang tidak tampak, yang tersembunyi di belakang yang tampak, yang menjadi asas
pribadi manusia.
Mengenai Roh, jika roh itu dikenakan
kepada manusia, maka roh adalah alat untuk mengetahui (Mzm 77:7; Mrk 2:8), alat
untuk bersaksi (Rm 8:16), alat untuk beribadah (Rm 1:9), dan lain-lain. Roh
adalah segi hidup manusia yang batin juga yang dapat menerima dan menyatakan
segala macam pengamatan rohani. Menurut Alkitab, roh ini bukan sesuatu yang
berdiri sendiri. Roh adalah manusia sebagai keseluruhan, sebagai makhluk yang
berpikir, yang berbuat, yang berkehendak dan lain sebagainya.[12]
Telah terjadi perdebatan mengenai apakah
manusia terdiri dari tubuh dan jiwa (dikotomi) atau dari tubuh, jiwa dan roh
(trikotomi). Gereja Barat umumnya menerima pandangan dikotomi, sedangkan Gereja
Timur umumnya menerima pandangan trikotomi. Akan tetapi Alkitab dengan jelas
tidak mengajarkan adanya perbedaan dokotomi ataupun trikotomi.[13]
Para teolog-teolog hanya mengambil
ayat-ayat Alkitab yang menjadi sumber atas pemikiran mereka. Misalnya, para
pendukung dikotomi menunjukan pemakaian istilah jiwa dan roh secara
berganti-ganti dalam Alkitab (bnd Mat 6:25; 10:28; Luk 1:46 dengan Pkh 12:7; 1
Kor 5:3-5). Kematian dilukiskan sebagai “menghembuskan nafas terakhir” (Kej
35:18) dan “menyerahkan nyawa” (Mzm 31:6; Luk 23:46). Orang mati disebut “roh”
(Ibr 12:23) dan juga “jiwa” (Why 6:9).
Sedangkan pendukung trikotomi mengacu
pada I Tesalonika 5:23 “Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhna
dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada
kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita”.
Alkitab
dengan jelas tidak mengajarkan adanya perbedaan dikotomi maupun trikotomi.
Alkitab memandang manusia sebagai satu pribadi yang rumit dan tegang. Manusia
adalah satu pribadi yang utuh dan tidak terbagi menjadi dua atau tiga.[14]
Istilah yang digunakan Alkitab baik itu “tubuh”, “jiwa”, “roh”, “hati”, atau
pun “daging”, dan sebagainya, semuanya hanya merupakan cara yang berbeda-beda
untuk melihat pribadi yang satu itu.[15]
Berbeda
dengan pandangan Alkitab, filsuf Plato memandang manusia sebagai “dualitas”:
suatu makhluk yang terdiri dari dua unsur yang kesatuannya tidak dinyatakan.
Baginya manusia itu terdiri dari tubuh dan jiwa (dapat dilihat bahwa Plato
adalah pemikir dikotomi), tubuh dan jiwa tidak merupakan kesatuan. Tubuh
menurutnya adalah kubur bagi jiwa (soma
sema) dan bahwa jiwa berada dalam tubuh bagaikan dalam penjara.[16]
3.3 Kematian Dan Keadaan Sesudah Mati
Setiap
orang pada akhir hidupnya akan mengalami kematian. Bagi orang Kristen kematian
dijelaskan sebagai “tidur” (I Tes 4:13), beristirahat (Wah 14:13), dan pergi
tinggal dengan Allah (2 Tim 4:6-8). Manusia ditetapkan untuk mati satu kali
saja (Ibr 9:27).
Dr
Soedarmo dalam bukunya ikhtisar dogmatika, ia mengatakan: inti dari mati ialah
perceraian dan inti dari perceraian maut adalah perceraian antara manusia
dengan Tuhan. Oleh karena dosa, manusia diceraikan dari Allah Bapanya. Inilah
inti dari mati. Inilah yang disebut “mati rohani”: meskipun orang masih hidup
tetapi hidup jauh dari Tuhan sebenarnya adalah mati. Lanjutnya, “mati badani”
adalah perceraian juga, yaitu perceraian antara tubuh dengan jiwa. Tubuh
dikuburkan dalam tanah, jiwa dimasukan dalam alam yang kekal.
Hampir
semua agama mengajarkan bahwa manusia terdiri dari dua substansi atau zat,
yakni : tubuh yang dapat mati dan jiwa yang tidak dapat mati. Yang dimaksud
dengan substansi atau zat adalah apa yang berada karena dirinya sendiri dan
pada dirinya sendiri, apa yang tetap ada sebagai lawan dari keadaan dan sifat-sifat
yang senantiasa berubah.[17]
Manusia dipandang terdiri dari dua substansi , yaitu jiwa (substansi yang
halus, yang tidak dapat mati) dan tubuh (substansi kasar, yang dapat mati).
Kematian
memang akan terjadi pada manusia, tetapi kematian itu tidak mengenai manusia
seluruhnya. Ada bagian yang tidak terkena, yang masih tetap ada, yang tidak
menjadi tidak ada lagi, yaitu jiwanya. Sebab menurut tabiat atau kodratnya,
jiwa tidak dapat mati, tidak dapat menjadi tidak ada. Teori ini juga menjadi
pandangan filsuf Plato, ia mengatakan jiwa adalah pusat atau inti sari
kepribadian manusia. Jiwa itu bukan saja baka, dalam arti bahwa jiwa tidak akan
mati pada saat kematian badan, melainkan juga bersifat kekal, karena sudah ada
sebelum hidup di bumi ini.[18]
Banyak
teolog berpendapat, karena manusia (tubuh dan jiwa) adalah manusia utuh, maka
yang mengalami mati adalah manusia seutuhnya juga. Jadi jika manusia mati tubuh
dan jiwanya juga mati. Tapi kita mempercayai bahwa manusia akan dibangkitkan.
Pandangan sementara teolog: janji kebangkitan orang mati di dalamnya mengandung
gagasan, bahwa harus ada sesuatu pada manusia yang mati itu, yang dibangkitkan,
sehingga harus ada sesuatu yang sekalipun orangnya mati, namun masih juga
langsung berada. Sebab, kebangkitan bukanlah penciptaan dari “yang semula tidak
ada” menjadi “ada”. Dalam ungkapan “membangkitkan” harus ada yang dibangkitkan.[19]
Dari
pandangan itu apakah tepat disimpulkan bahwa yang “masih ada” itu adalah jiwa
manusia. Karena Calvin pun setuju dengan “kekekalan jiwa”, baginya manusia yang
berasal dari hembusan nafas Allah yang apabila manusia mati (tubuhnya), nafas
dari Allah (menjadi jiwa manusia) itu tidak akan mati.
Harus
di akui, bahwa persoalan ini bukan persoalan yang mudah. Tapi memang menurut
Alkitab, setelah orang mati, masih ada suatu realitas persekutuan antara orang itu dengan Kristus.
Kitab Wahyu memberikan dua kategori kematian yaitu
kematian pertama dan kematian kedua. Kematian pertama adalah terpisahnya roh
dari raga atau terpisahnya nyawa dari badan. Sementara kematian kedua adalah
kematian kekal berupa penghukuman setelah melewati pengadilan Tuhan.
“Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan
apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat: Barangsiapa menang, ia tidak akan
menderita apa-apa oleh kematian yang kedua." (Why 2:11)
“Berbahagia dan kuduslah ia, yang mendapat
bagian dalam kebangkitan pertama itu. Kematian yang kedua tidak berkuasa
lagi atas mereka, tetapi mereka akan menjadi imam-imam Tuhan dan Mesias,
dan mereka akan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Dia, seribu tahun
lamanya” (Why 20:6).
“Dan aku
melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu
dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan.
Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang
ada tertulis di dalam kitab-kitab itu. Maka laut menyerahkan orang-orang mati
yang ada di dalamnya, dan maut dan kerajaan maut menyerahkan orang-orang mati
yang ada di dalamnya, dan mereka dihakimi masing-masing menurut
perbuatannya. Lalu maut dan kerajaan maut itu dilemparkanlah ke dalam lautan
api. Itulah kematian yang kedua: lautan api” (Why 20:12-14).
Tetapi orang-orang
penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang
pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala
dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang
menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua” (Why
21:8).
Kemudian
setelah mati dan sebelum dibangkitkan bagaimana keadaan orang tersebut? Itulah
yang dalam dogmatika disebut “keadaan sementara”.
Agama
Hindu mengajarkan, bahwa jiwa yang mendapat kelepasan kembali kepada asalnya,
yaitu Brahman. Di situ jiwa dilarutkan ke dalam Brahman. Bagi Islam, manusia
setelah mati masuk ke dalam alam barzakh, yaitu alam yang berada di antara alam
dunia dan alam akhirat.
Dalam
Perjanjian Lama kita menjumpai kata sye-ul.
Asal kata ini tidak terang. Ada yang menurunkannya dari kata syal yang artinya meminta, ada juga yang
mencari akarnya dalam kata “syul”,
lemah, ada lagi yang mengatakan bahwa asal kata sye-ul dari sya-al yang
berarti “ruang terbuka”. Sye-ul
menurut pandangan Perjanjian Lama adalah tempat yang ada di bawah dunia ini (Ul
32:22; Yes 14:9). Ke sana perginya orang mati (Mzm 89:49), di sana tidak ada
lagi suatu perbuatan (Pkh 9:10). Jadi sye-ul
tidak hanya bagi orang yang dijatuhi hukuman saja, segala orang mengalami atau
pergi ke sye-ul. Tidak tepat jika
disebut neraka, akan tetapi terjemahan lebih tepat ialah dengan dunia maut,
alam maut, kekuasaan maut.
Sye-ul
adalah tempat yang menakutkan, oleh karena di sana orang terpaksa “tidak ingat
lagi akan Tuhan” dan “tidak memuliakan Allah” (Mzm 6:6). Oleh karena itu, para
orang saleh dalam Perjanjian Lama berdoa agar dilepaskan dari Sye-ul.
Pada
Perjanjian Baru dijumpai kata yang mirip dengan sye-ul, yaitu hades. Hades adalah tempat ke mana segala orang
datang sesudah mati, baik yang “namanya tertulis di dalam kitab kehidupan”,
maupun yang tidak (Why 20:15). Oleh karena itu terjemahan hades juga bukan neraka melainkan alam maut.[20]
Injil
juga dikatakan diberitakan kepada orang-orang mati di dalam hades, agar mereka
yang sudah mati pun dapat memuji Allah (bnd I Pet 4:6). Di sini dapat terlihat
perbedaan antara sye-ul dan hades, yaitu di dalam sye-ul manusia tidak dapat menyembah
Allah lagi, tetapi dalam hades
manusia dapat melakukan hal itu.
Dari
pendapat ini, apakah boleh di ambil kesimpulan bahwa setelah orang mati, ia
tidak akan langsung berada di Surga atau neraka, melainkan sebelumnya ia akan
berada di tempat yang disebut sye-ul
(dalam Perjanjian Lama) atau hades
(dalam Perjanjian Baru)?
Membandingkan
akan hal itu, di kayu salib Tuhan Yesus berjanji kepada penjahat yang percaya
kepada-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan
berada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Luk 23:43). Juga hal-hal
dalam 2 Korintus 12:4 dan Wahyu 2:7 bahwa Firdaus ini adalah sama dengan
“sorga”.
Sumber
lain mengatakan dalam Lukas 23:43 dan juga pada Roma 8:38-39, menunjukan bahwa
setelah mati orang beriman ada perhentian, ada kegirangan, ada ketentraman dan
yang penting ada bersama dengan Kristus, Tuhan Allah. Itu berarti keselamatan
bagi orang beriman setelah mati adalah real. Keselamatan ini diungkapkan dengan
kata-kata “bersama-sama dengan Kristus”. Akan tetapi harus diingat, bahwa
“bersama-sama dengan Kristus” di sini tidak dipisahkan dari harapan pada
kedatangan Tuhan Yesus kembali. Jadi seandainya kebangkitan orang mati itu
tidak ada, keselamatan setelah mati yang diungkapkan dengan kata “bersama-sama
dengan Kristus” itu juga tidak ada (bnd I Kor 15:18; I Tes 4:13-18).[21]
4.
Kebangkitan
Daging
Seperti yang telah disinggung sebelumnya
bahwa Tuhan Yesus akan mengadili baik yang masih hidup pada waktu
kedatangan-Nya kembali, maupun yang sudah mati. Oleh karena itu bahwa segala
orang yang telah mati akan dibangkitkan untuk diadili (Yoh 5:29; Kis 24:15; Why
20:12-13).
Ada
teolog yang berpendapat bahwa kebangkitan itu ada dua macam, yaitu: kebangkitan sementara misalnya
kebangkitan Lazarus yang dibangkitkan Tuhan Yesus
dari kematian Yoh 11:44.
Juga anak Yairus, perempuan Naim. Petrus juga membangkitkan Tabita, Paulus membangkitkan
Eutikus, Elia membangkitkan anak janda Sarfat dan Elisa membangkitkan anak
perempuan Sunami. Ini semua adalah kebangkitan sementara, sebab mereka hidup
kembali, tetap dengan tubuh fana yang sekarang ini, lalu pada satu saat mereka
akan betul-betul mati lagi seperti semua orang lain pada umumnya. Jadi
kebangkitan sementara ini hanya untuk kembali hidup dalam tubuh fana seperti
yang sekarang ini dan akan mati lagi.
Kebangkitan
yang kedua adalah kebangkitan kekal, ini terjadi pada hari kebangkitan,
kebangkitan pertama untuk orang benar, kebangkitan kedua untuk orang
berdosa. Semua bangkit dalam tubuh kebangkitan (bukan seperti tubuh yang
sekarang ini) dan tubuh kebangkitan ini tidak bisa mati lagi, terus hidup untuk
kekal selama-lamanya. Orang benar yang bangkit kembali pergi ke Surga, dan
orang berdosa yang bangkit, kembali ke Neraka.
Kita akan melihat lebih jauh tentang
kebangkitan orang mati, atau sebagaimana sering disebutkan dengan istilah
kebangkitan daging ini, dalam bagian-bagian demikian:
4.1 Pemahaman Dari
Waktu Ke Waktu.
a. Pemahaman dalam
Perjanjian Lama
Di dalam Perjanjian Lama telah ada
harapan akan kebangkitan orang mati, sekalipun gambaran orang beriman yang
mengenai maut adalah suram sekali. Bagi orang-orang PL maut adalah suatu hal
yang tidak dapat dihindari, yang tidak dapat ditiadakan. Tiap orang akan
mengalami mati. Bani Korakh yakin bahwa Tuhan Allah tentu akan membuat
keajaiban terhadap orang-orang mati, artinya: Tuhan Allah akan membuat
orang-orang mati bangkit lagi (Mzm 88:11). Selanjutnya maut dipandang sebagai
pemutusan, yang tampak memisahkan orang daripada segala hubungannya. Manusia
kembali kepada debu (Mzm 90:3). Bukan hanya itu saja, maut dipandangnya sebagai
suatu hukuman Allah terhadap dosa. Maka Musa berkata: bahwa manusia habis
lenyap karena murka Tuhan Allah (Mzm 90:7). Kemudian orang-orang mati itu dianggap
turun ke dalam syeul (bnd I Sam 2:6;
Yes 7:11).
Kadang-kadang dikatakan bahwa Perjanjian
Lama tidak mempunyai pengertian tentang kebangkitan orang mati, atau hanya ada
dalam kitab-kitab terakhir saja. Ada pendapat umum yang mengatakan bahwa Israel
meminjam pengertian tentang kebangkitan ini dari orang Persia.[22]
Mackintosh berkata: “Ada bukti kuat yang menunjang hipotesa bahwa pengertian
mengenai kebangkitan masuk ke kalangan orang Ibrani dari Persia”[23].
Brown mempunyai pendapat yang hampir sama dengan mengatakan: Doktrin tentang
kebangkitan individu mula-mula muncul dalam pikiran orang Israel setelah
pembuangan, dan mungkin sekali ini adalah pengaruh orang Persia. De Bondt
menyimpulkan bahwa tidak ada satu bangsa pun yang pernah berhubungan dengan
Israel yang memiliki doktrin tentang kebangkitan orang mati yang bisa menjadi
pola penjelasan dari apa yang kita jumpai di antara Israel sendiri. Kepercayaan
kepada kebangkitan orang mati dalam Perjanjian Lama itu sendiri tidak memiliki
akar dan dasar pada kepercayaan kafir tetapi hanya dapat kita jumpai dalam
wahyu Allah Israel.[24]
Dan Ayub-lah orang pertama yang mencatat
referensi alkitabiah tentang kebangkitan. Pernyataan Ayub jelas sekali dalam
Ayub 19:25-27 menunjukkan kepercayaan mengenai kebangkitan daging.[25] Pengharapan kepada kebangkitan orang mati
diajarkan oleh nabi Yesaya, di mana mereka yang percaya kepada Tuhan akan
bersorak-sorai (Yes 26:19).
Daniel menulis adanya kebangkitan bagi
mereka yang telah meninggal, dalam Daniel 12:2 “Dan banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu
tanah, akan bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk
mengalami kehinaan dan kengerian yang kekal”. Daniel menggunakan kata
“tidur” karena menurut N. T. Wright, pengertian tersebut telah dikenal secara
luas dalam masa Daniel. Dan kata “bangun” mengacu kepada kebangkitan tubuh.[26]
Dalam ayat ini juga menyebutkan kebangkitan orang percaya dan tidak percaya
secara bersamaan, tanpa ada indikasi bahwa kebangkitan yang dialami oleh dua
kelompok orang tersebut akan dipisahkan oleh sebuah periode waktu yang panjang.
Selanjutnya, bagian dalam Alkitab yang
paling terkenal dalam Perjanjian Lama yang berbicara tentang kebangkitan adalah
pada Yehezkiel 37:7-10.
Dalam Perjanjian Lama ada keyakinan
bahwa keadaan orang di dalam dunia orang mati itu tidak sama. Yakub yakin bahwa
sekalipun di dalam dunia orang mati, namun ada keselamatan baginya (Kej 49:18).
Daud yakin bahwa di hadapan Tuhan ada sukacita berlimpah-limpah, dan di tangan
kananNya ada nikmat senantiasa (Mzm 16:11). Demikian juga Daud yakin bahwa pada
waktu bangun (dibangkitkan) ia akan menjadi puas dengan rupa Tuhan (Mzm 17:15).
Bani Korakh percaya bahwa Allah akan membebaskan nyawanya dari cengkraman dunia
orang mati, sebab Tuhan akan menarik dia (Mzm 49:16). Demikian seterusnya.
Oleh karena itu harapan akan adanya
kebangkitan dari maut terdapat juga di dalam Perjanjian Lama. Mati bukan
dipandang sebagai suatu nasib yang tidak dapat diatasi. Tuhan adalah Allah yang
hidup, yang lebih kuasa daripada maut dan alam maut (Yer 13:36; Mzm 18:47).
Kuasa Tuhan itu akan diungkapkan di dalam Ia akan meniadakan maut untuk
seterusnya (Yes 25:8), menghidupkan pula orang-orangNya yang mati dan
membangkitkan mayat-mayat mereka, sehingga mereka akan bercahaya seperti cakrawala
untuk selama-lamanya.[27]
b. Pemahaman Orang Yahudi
Yang
akan kita lihat di sini yaitu tentang kepercayaan orang Yahudi tentang
kebangkitan orang mati, yang mempengaruhi pemahaman dalam Perjanjian Baru,
terlebih pemahaman dari Paulus.
Mazhab Yahudi Abad Pertama terbagi dalam dua kelompok
yaitu yang meyakini kebangkitan orang mati dan yang menolaknya. Mazhab Saduki
yang tidak meyakini kebangkitan orang mati, dan madzhab Farisi meyakini
kebangkitan orang mati.
Orang Saduki merupakan para aristokrat (bangsawan) dan
dipengaruhi filsafat-filsafat Yunani yang rasional. Ketika Yahuda Makabe
pahlawan Yahudi berhasil mengusir pasukan penjajah Syria yang berkebudayaan
Yunani dari tanah Yerusalem, maka keberadaan orang Yahudi yang mengadopsi
gagasan Yunani tidak berani terang-terangan muncul ke permukaan. Namun
sebagiannya ada yang tetap memelihara tradisi demikian yang kelak disebut
dengan orang Saduki. Tidak jelas darimana asal usul Saduki. Mungkin dari kata Tsadiq
yang artinya “benar” atau dari nama imam Tsadoq.
Orang-orang Saduki menolak tradisi para rabbi yang
diturunkan dari mulut ke mulut. Mereka hanya menerima kelima Torah Musa sebagai
Firman Tuhan yang tertulis. Pandangan Saduki sejalan dengan pemikir Yunani
bernama Epikuros yang mengatakan bahwa jiwa seseorang turut mati saat tubuhnya
mati (Yosephus, Antiquites, XIII.ii.4). Orang Saduki tidak percaya
malaikat dan kebangkitan dari antara orang mati sebagaimana dikatakan:
“Pada hari itu
datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang berpendapat, bahwa tidak ada
kebangkitan. Mereka bertanya kepada-Nya: "Guru, Musa mengatakan, bahwa
jika seorang mati dengan tiada meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan
isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu. Tetapi di antara
kami ada tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin, tetapi kemudian mati. Dan
karena ia tidak mempunyai keturunan, ia meninggalkan isterinya itu bagi
saudaranya. Demikian juga yang kedua dan yang ketiga sampai dengan yang
ketujuh. Dan akhirnya, sesudah mereka semua, perempuan itu pun mati. Siapakah
di antara ketujuh orang itu yang menjadi suami perempuan itu pada hari
kebangkitan? Sebab mereka semua telah beristerikan dia” (Mat 22:23-28).
Orang Farisi berasal dari kalangan Hasidim pada masa
pemerintahan Yohanes Hirkanus. Orang Farisi adalah para ahli tafsir tradisi
dari mulut ke mulut yang berasal dari para rabi. Mereka berlatar belakangkan
ekonomi menengah seperti tukang dan pedagang. Menurut sejarahwan Yahudi bernama
Yosephus dalam bukunya Antiquites XII, kebanyakan orang Yahudi akan meminta
nasihat dan pertimbangan untuk kasus-kasus pelik dalam hidup mereka kepada
orang-orang Farisi daripada kepada raja ataupun imam besar. Karena kepercayaan
masyarakat besar terhadap mereka, maka mereka menempati kedudukan penting dalam
masyarakat yaitu sebagai Sanhedrin atau majelis agama. Orang Farisi percaya
kepada kebangkitan orang mati.
Orang-orang farisi ini percaya bangunnya mayat-mayat
yang berjudung dan yang cacad wajahnya dari kuburan mereka pada saat
terdengarnya bunyi sangkakala terakhir. Orang percaya dari masa
antar-Perjanjian, menganggap hal ini sebagai konsekuensi yang tak terelakkan
dari ajaran Alkitab tentang penciptaan. Orang-orang yang mati syahid akan
menerima kembali anggota-anggota tubuhnya pada saat kebangkitan, bukan melalui
perakitan ulang (reassembling) secara mekanis bagian-bagian tubuh yang sudah
tercerai-berai itu, melainkan melalui tindakan penciptaan oleh Allah (II Makabe
7:23).[28]
Pengajaran ini juga melihat Allah menaruh perhatian
kepada manusia seutuhnya, bukan kepada sepotong atau sebagian dari kodrat
manusia. Sejalan dengan itu, makhluk manusia yang diciptakan-ulang pada waktu
kebangkitan, tak dapat tidak memiliki juga suatu tubuh, yang dihidup oleh nafas
dari Allah. Karena seorang manusia yang mati dan yang bangkit adalah pribadi
yang sama, maka tubuh kebangkitan itu dalam satu hal haruslah sama dengan tubuh
duniawi (II Barukh 50:3-4), tetapi hanya dalam hal-hal tertentu.[29]
Rasul Paulus adalah seorang Yahudi mazhab Farisi
sebagaimana dia katakan: “Dan karena ia tahu, bahwa sebagian dari mereka itu
termasuk golongan orang Saduki dan sebagian termasuk golongan orang Farisi, ia
berseru dalam Mahkamah Agama itu, katanya: "Hai saudara-saudaraku, aku
adalah orang Farisi, keturunan orang Farisi; aku dihadapkan ke Mahkamah ini,
karena aku mengharap akan kebangkitan orang mati." Ketika ia berkata
demikian, timbullah perpecahan antara orang-orang Farisi dan orang-orang Saduki
dan terbagi-bagilah orang banyak itu” (Kis 23:6-7).
c.
Pemahaman Dalam Perjanjian Baru
Injil
Sinoptik menegaskan kebangkitan orang mati sebagaimana diajarkan oleh
Perjanjian Lama. Pengajaran Yesus di situ mengenai kebangkitan orang mati ada
pada perdebatan dengan orang Saduki.
Kita kembali melihat perdebatan antara Yesus dan orang-orang Saduki itu
dalam Matius 22:23-28.
Jika
kita menyimak persoalan yang diajukan orang-orang Saduki tentang kebangkitan
orang mati, Yesus tidak menjawab inti persoalan yang dikemukakan mereka. Orang
Saduki bertanya tentang keadaan yang dialami manusia setelah meninggal dunia.
Apakah keadaan yang dijalani di sorga akan sama seperti yang pernah dijalaninya
di atas bumi ? (masalah tentang kawin mawin). Yesus berkata : “Kamu sesat, sebab kamu tidak mengerti Kitab
Suci (yang dimaksudkan-Nya ialah Alkitab PL) kuasa Allah. Karena pada waktu
kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti
malaikat di sorga” (Mat. 22:29-30).
Sementara,
di pihak lain, untuk melawan ajaran Kaum Saduki tentang kebangkitan orang mati,
Yesus berkata : “Tetapi tentang
kebangkitan orang-orang mati tidakkah kamu baca apa yang difirmankan Allah
ketika Ia bersabda : Akulah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub ? Ia
bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup” (Mat. 22:31-32).
Dengan
kata lain, Yesus ingin mengatakan : “Urusilah kehidupan, dan tidak perlu
mengurusi orang mati. Sebab kebangkitan orang mati adalah urusan Allah”. Di
pihak, lain, Tuhan Yesus mengutip Perjanjian Lama (Kel 3:6), yang apabila kedua
bagian itu digabungkan, maka itu berarti bahwa sekalipun Abraham, Ishak dan
Yakub sudah meninggal, namun mereka akan bangkit karena Allah bukanlah Allah
orang mati. Itulah pengajaran dari Injil Sinoptik.[30]
Beralih
kepada Injil Yohanes, di dalam Injil ini, setelah Tuhan Yesus mengenyangkan
lima ribu orang dengan lima roti dan dua ikan (6:1-15), orang banyak terus
mengikuti Dia. Pada saat itu, Tuhan Yesus juga menyatakan identitas diriNya,
siapa Dia sesungguhnya. Dia adalah roti hidup dan roti yang sejati yang turun
dari sorga (6:25-37). Selanjutnya, Tuhan Yesus juga menyatakan kedekatanNya
dengan Allah Bapa, di mana Dia ditugaskan untuk membangkitkan orang yang telah
diberikan Bapa kepadaNya. Demikian penegasan Tuhan Yesus : “Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus
Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang
hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak
Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya
kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir
zaman” (Yoh 6:39-40).
Beberapa
bagian dalam Yohanes yang menunjukan pengajaran Yesus tentang kebangkitan ini
juga yaitu dalam pasal 5:25-29, 6:44-54, 11:24-25, 14:3 dan 17:24.
Bagaimana
dengan pengajaran rasul-rasul? Kita menemukan hal yang sama, yaitu fakta adanya
kebangkitan. Di dalam Kisah Para Rasul, dilihat bahwa tema kebangkitan
merupakan tema penting dan sentral dalam khotbah rasul Petrus dan rasul Paulus
(bnd Kis 2:24-32; 13:32-35). Itulah sebabnya rasul Paulus mendorong
jemaat-jemaat untuk hidup benar dan tetap dalam pengharapan akan hidup kekal.
Menurut rasul Paulus, kenyataan akan datangnya kebangkitan itulah yang
seharusnya membedakan orang-orang percaya dengan yang tidak percaya (I Tes 4:13-16). Dalam suratnya untuk jemaat
di Roma juga, Paulus menjelaskan bahwa Allah menghidupkan orang mati (bnd Rom
4, 25)[31].
Ada
hal lain yang diajarkan dalam Kitab Ibrani pada pasal 11:17-19, yaitu berkenaan
dengan iman Abraham yang percaya akan kebangkitan orang mati, sekalipun pada
saat itu (zaman Abraham) belum pernah ada orang yang bangkit dari kematian.
Itulah yang dijadikan oleh penulis Ibrani sebagai contoh teladan hidup beriman:
percaya walau belum pernah dilihat dan dialami.
“Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia, yang telah
menerima janji itu, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal, walaupun
kepadanya telah dikatakan: Keturunan yang berasal dari Ishaklah yang akan
disebut keturunanmu. Karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan
orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari sana ia seakan-akan
telah menerimanya kembali.”
Kemudian, Para rasul
mengajarkan Kebangkitan semua orang mati dalam hubungannya dengan kebangkitan Kristus (lih. Kis 5:1;
17:18,32; 24:15,21; 26:23). Rasul Paulus menegur jemaat di Korintus yang
menolak kebangkitan orang mati, dan mengatakan bahwa dasar kebangkitan ini
adalah kebangkitan Kristus , 1 Korintus 15:20-23: “Kristus telah dibangkitkan
dari orang mati sebagai yang sulung dari orang- orang yang telah meninggal.
Selanjutnya
dalam Wahyu, semua orang akan mengalami kebangkitan. Dan kebangkitan ini akan
terjadi dua kali. Kebangkitan yang pertama adalah suatu kebangkitan para martir
yang akan memerintah di atas muka bumi bersama Kristus untuk masa selama seribu
tahun (Why 20:4-6); kebangkitan ke dua yaitu suatu kebangkitan umum (Why
20:11-15).
d.
Pemahaman Gereja Katolik
Oleh orang Kristen
Katolik, "kebangkitan" tidak berarti hanya kembali ke kehidupan dalam
tubuh manusia mati, itu berarti mengambil pada eksistensi yang sama sekali
baru. Orang Kristen Katolik
percaya bahwa jiwa semua orang yang telah mati akan bersatu kembali untuk tubuh
mereka masing-masing, tetapi badan-badan akan memiliki karakteristik yang
berbeda.
Mereka percaya bahwa
tubuh akan bangkit lagi dengan integritas yang lengkap, bebas dari distorsi,
dari bentuk yang buruk maupun cacat. St. Thomas Aquinas mengajarkan, “Orang
akan bangkit lagi dengan kemungkinan terbesar akan kesempurnaan alami,”
sehingga artinya, (tubuh yang bangkit itu) di tahap usia yang dewasa.
Integritas dari tubuh setelah kebangkitan juga mensyaratkan organ- organ tubuh,
dan pembedaan jenis kelamin. Namun demikian fungsi- fungsi vegetatif (makan dan
berkembang biak) tidak ada lagi. Sebab dikatakan dalam Mat 22:30, “Mereka akan menjadi seperti malaikat Tuhan
di surga.”
Ajaran resmi Gereja
Katolik telah memelihara serta menjaga kebenaran tentang kebangkitan orang mati
yang tercatat dalam Kitab Suci dalam banyak Credo-nya, pernyataan-pernyataan
Konsili dan surat-surat Ensiklik para Paus dari zaman ke zaman.
Bagian-bagian Alkitab
yang di ambil oleh Gereja Katolik untuk kepercayaan terhadap kebangkitan ini,
sbb:
Matius 5:29-30
(Dia [Yesus]
mulai mengajar mereka ...) jika matamu
yang kanan menyesatkan engkau, air mata keluar dan membuangnya. Lebih baik
bagi Anda untuk kehilangan salah satu dari anggota tubuhmu daripada memiliki
seluruh tubuh Anda dilemparkan ke neraka. Dan jika tanganmu yang kanan
menyesatkan engkau, penggallah dan membuangnya. Lebih baik bagi Anda untuk
kehilangan salah satu dari anggota tubuhmu daripada memiliki seluruh tubuh Anda
masuk ke Gehenna.
Yohanes 11:22-26
Yesus berkata kepadanya (Martha), "Saudaramu akan
bangkit." Martha berkata kepadanya, "Aku tahu ia akan bangkit,
dalam kebangkitan pada hari terakhir." Yesus mengatakan kepadanya,
"Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya padaku, bahkan jika ia
mati, akan hidup, dan semua orang yang tinggal dan percaya saya tidak akan
pernah mati Apakah Anda percaya ini?."
Yohanes 06:40
(Yesus
menjelaskan kepada mereka / para murid :) Sebab
inilah kehendak Bapa-Ku, bahwa setiap orang yang melihat Anak dan percaya
kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan Aku akan membangkitkan dia (pada) hari terakhir.
Yohanes 06:51
(Yesus
mengatakan kepada mereka :) Akulah roti
hidup ... setiap orang yang makan roti ini akan hidup selamanya.
Yohanes 06:54
(Yesus
mengatakan kepada mereka :) Barangsiapa
makan daging-Ku dan minum darah-Ku memiliki hidup yang kekal, dan Aku akan
membangkitkan dia pada hari terakhir. Dan sebagainya..
Paus
Clement I mengatakan : "Mari kita pikirkan, yang terkasih, bagaimana Guru
terus membuktikan kepada kita bahwa akan ada kebangkitan di masa depan, di mana
Dia telah membuat Tuhan Yesus Kristus yang sulung tersebut, dengan
membangkitkan Dia dari antara orang mati. Mari kita lihat, di Hari kebangkitan
yang berlangsung musiman, dan malam membuat dikenal kebangkitan kita. Malam
tidur, hari muncul. Pertimbangkan tanaman yang tumbuh. Bagaimana dan dengan
cara apa yang menabur terjadi? lalu penabur keluarl dan melemparkan
masing-masing benih ke tanah, dan mereka jatuh ke tanah, kering dan telanjang,
di mana mereka membusuk. Kemudian dari pembusukan mereka Tuhan menimbulkan
mereka, dan dari satu butir lebih tumbuh dan menghasilkan buah".
Pada Konsili Lateran
Keempat (1215), didefinisikan terelakkan bahwa pada kedatangan Yesus yang kedua
"yang akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati, untuk membalaskan kepada
setiap orang menurut perbuatannya, baik untuk orang berdosa dan kepada umat
pilihan. Semuanya akan bangkit dengan tubuh mereka sendiri, yang mereka pakai
saat ini, sehingga untuk menerima konsekuensi sesuai dengan perbuatan mereka,
apakah baik atau buruk (bnd Rom. 2:6-11)"(konstitusi 1).
Katekismus
Gereja Katolik menyatakan,
"'Kami percaya pada kebangkitan sesungguhnya dari daging yang kita miliki
sekarang' (Konsili Lyons II). Kami menabur tubuh fana dalam kubur, tetapi ia
membangkitkan badan fana, sebuah 'tubuh rohani' (bnd 1 Kor 15:42-44) "(KGK
1017).
Juga
disebutkan dalam Katekismus bahwa
“Kita percaya dengan pasti dan berharap dengan penuh kepercayaan: seperti
Kristus telah bangkit dengan sesungguhnya dari antara orang mati dan hidup
selama-lamanya, demikianlah orang-orang benar, sesudah kematiannya akan hidup untuk
selama-lamanya, demikianlah orang-orang benar, sesudah kematiannya akan hidup
untuk selama-lamanya bersama Kristus yang telah bangkit kembali dan Ia akan
membangkitkan mereka pada akhir zaman (bdk. Yoh 6:39-40). Seperti
kebangkitan-Nya, demikian pula kebangkitan kita adalah karya Tritunggal
Mahakudus” (KGK, 989).
e. Pemahaman Reformator
Martin
Luther secara pribadi percaya dan mengajarkan kebangkitan orang mati dalam
kombinasi dengan jiwa tidur. Ia percaya pada hari terakhir semua orang yang
mati akan dibangkitkan dan jiwa mereka kemudian akan bersatu kembali dengan
tubuh yang sama yang mereka miliki sebelum mati. Tubuh kemudian akan diubah,
orang jahat akan menjadi malu dan mendapatkan siksaan abadi, dan orang benar
memiliki negara yang kekal dan kemuliaan surgawi.
Bagi
Luther, manusia sekarang ini adalah setengah bersih dan kudus. Manusia akan
benar-benar kudus dan sempurna ketika dia telah hidup baru yang akan
berlangsung selama-lamannya, dalam arti ketika ia bangkit dari kematian. Ketika
manusia itu mati tabiat manusiawi itu dimatikan dan dikuburkan bersama segala
kotorannya. Dan Tuhan akan memunculkan kekudusannya dalam sekejap mata dan
memeliharanya.[32]
Argumentasi
Luther tentang kebangkitan yaitu tentang keberadaan Allah sendiri. Untuk
Luther, ia cukup mengkritisi argumentasi Paulus bahwa Kebangkitan Kristus
menjadi bukti yang cukup untuk doktrin kebangkitan umum nantinya. Kebangkitan
orang mati tidak terbukti dengan menegaskan kebangkitan Kristus. Karena baginya
jika kebangkitan Kristus menjadi acuan dari kebangkitan orang mati di akhir
zaman, yang akan menerima doktrin ini hanyalah orang Kristen, bagaimana dengan
mereka yang belum mengenal Yesus Kristus?
Akhirnya
Luther menegaskan: barang siapa menyangkal Allah dan Firman-Nya,
pembaptisan-Nya dan Injil, tidak akan merasa sulit untuk menyangkal kebangkitan
orang mati juga. Jadi jika anda dapat percaya bahwa Tuhan adalah Allah, anda
juga harus tidak ragu bahwa anda akan bangkit dari kematian setelah kehidupan
ini, karena jika anda adalah untuk tinggal di bawah tanah, maka Tuhan adalah
pembohong dan tidak menjadi Allah.[33]
Sedangkan
Calvin melihat perkara kebangkitan orang mati ini sangat penting dan akan
merangsang kerajinan kita. Seseorang baru dapat dikatakan benar-benar maju
dalam Injil, apabila sudah merenungkan terus-menerus kebangkitan yang penuh
berkah itu.
Calvin
mengatakan jiwa orang-orang benar yang sudah mati akan hidup dan menikmati
istirahat yang tenang dalam kebahagiaan, tetapi kebahagiaan yang sempurna baru
akan dinikmati pada saat kebangkitan tubuh.
Calvin
adalah teolog yang mempercayai dan mendukung pengajaran filsuf-filsuf tentang
keabadian jiwa. Dia melihat perkara kebangkitan itu adalah suatu hal yang
begitu tinggi sehingga perasaan orang tidak dapat tertarik kepadanya. Alkitab
menyediakan dua pertimbangan yang bisa membantu iman agar mengatasi rintangan
sebesar itu : yang satu terletak dalam kesamaan kita dengan Kristus, yang lain
dalam kemahakuasaan Allah.
Kristus
menjadi jaminan bagi kita untuk kebangkitan kelak. Kristus telah bangkit supaya
kita menjadi teman-Nya dalam kehidupan yang akan datang. Ia oleh Bapa
dibangunkan kembali karena Ia adalah Kepala dari Gereja, dan karena Ia dengan
cara apapun juga tidak mau dipisahkan daripadanya. Pokoknya, Ia telah
dibangunkan supaya menjadi Kebangkitan dan Kehidupan. Oleh cermin ini terlihat
oleh kita bayangan hidup dari kebangkitan itu. Sehingga menjadi landasan yang
kokoh untuk menopang hati.[34] Calvin seperti juga Paulus, untuk membuktikan kebangkitan itu adalah
dengan harus mengarahkan pikiran kepada kekuasaan Allah yang tak terhingga.
Karena “Ia akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan
tubuh-Nya yang mulia menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukan segala sesuatu
kepada diri-Nya” (bnd Fil 3:21).
4.2 Apa Dan Bagaimana
a.
Tubuh
Rohani Manusia (daging) Yang Dibangkitkan
Dalam
I Korintus 15:44 disebutkan, bahwa daging (manusia) yang telah dibangkitkan
dari antara orang mati itu akan menerima tubuh rohaniah, sebab di situ
disebutkan, bahwa yang ditaburkan adalah tubuh alamiah, dan yang dibangkitkan
adalah tubuh rohaniah.[35] Ini
berarti tubuh rohaniah menjadi lawan dari tubuh alamiah. Membandingkan dengan I
Korintus 2:14 yang menyebutkan, bahwa manusia duniawi tidak menerima apa yang
berasal dari Roh Allah. Manusia duniawi di sini dapat juga disebut “manusia
jiwani” atau orang alamiah (anthropos psykhikos). Yang dimaksudkan dengan “manusia
duniawi” adalah manusia yang keadaannya sesuai dengan kodratnya, yang hanya
memiliki hidup, yang hanya mewujudkan makhluk hidup. Sedangkan manusia rohaniah
adalah manusia yang hidupnya dihubungkan dengan Roh Kudus, manusia yang menjadi
tempat kediaman Roh Kudus, yang menjadi rumah rohani (I Pet 2:5), yang hidupnya
dikuasai oleh Roh Kudus. Jadi, manusia akan dianugerahi tubuh yang menyatakan
atau mengungkapkan karunia atau daya kekuatan Roh Kudus. Jadi hidup para orang
itu akan dikuasai oleh Roh Kudus dengan secara sempurna.
Dalam
Roma 8:11 hal menghidupkan kembali tubuh yang fana ini dihubungkan dengan Roh
Kudus yang telah berdiam di dalam diri setiap orang. Roh Kudus telah berada di
dalam Gereja sebagai tubuh Kristus, dan oleh karenanya Roh itu juga telah
berada di dalam hidup manusia. Akan tetapi kelak pada hari kebangkitan, Roh
Kudus akan menguasai hidup manusia dengan secara sempurna. Hal itu terjadi
bukan karena ada perkembangan sedikit demi sedikit, bukan karena evolusi,
melainkan karena karya Tuhan Allah yang baru, yang menjadikan Roh Kudus
“mengubah” keadaan manusia. Perbedaan antara yang lama dan yang baru itu
diungkapkan dengan dua ungkapan yang berlawanan, yaitu : yang fana dan yang tidak fana
(I Ptr 1:23), atau: yang dapat binasa
dan yang tidak dapat binasa (I Kor 15:53).[36]
Calvin
berpendapat: seandainya Allah menciptakan tubuh-tubuh baru, dimanakah lalu
perubahan sikap itu? Seandainya kita harus diberi tubuh baru, maka di manakah
persamaan antara Kepala dan anggota-anggota-Nya? Kristus sudah bangkit, apakah
Ia bangkit sambil menciptakan tubuh baru bagi diri-Nya? Tidak, tetapi seperti
yang telah diramalkan-Nya : “Rombak Bait
Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali” (Yoh 2:19).
Tubuh yang dapat mati yang dikenakan-Nya dahulu, diterima-Nya kembali. Sebab
memang tidak besar manfaatnya bagi kita apabila tubuh yang telah dikorbankan
sebagai tebusan itu dibinasakan dan diganti dengan tubuh baru. Sebab tidak ada
yang lebih tidak masuk di akal daripada anggapan bahwa daging kita, yang di
dalamnya kita membawa kematian Kristus sendiri, tidak mendapat bagian dalam
kebangkitan Kristus.[37]
Dalam
hidup sekarang ini yaitu hidup dalam tubuh alamiah, manusia memiliki rahasia
yang kudus, yaitu bahwa dengan tubuhnya yang alamiah itu manusia menjadi tempat
kediaman Roh Kudus. Hanya saja, karya Roh Kudus di dalam hidupnya yang sekarang
ini masih banyak rintangan, masih banyak ancamannya (I Kor 15:43; Flp 3:21).
Akan tetapi kelak, mulai hari kebangkitan, tidak ada lagi yang merintangi karya
Roh itu, sebab maut telah ditiadakan. Selanjutnya Menurut Tim Lahaye:
Alkitab
mengajarkan bahwa tubuh kita sekarang ini adalah tubuh yang akan binasa (I Kor
15:53-54), itu berarti tubuh itu bersifat manusiawi atau alamiah. Pada saat
kematian, jiwa kita (bagian yang abadi dari keberadaan kita) dan “kodrat kita
yang baru” atau “roh” akan bersatu dengan Kristus, di mana ia berdiam hingga
kebangkitan-pengangkatan.
Tubuh
rohani atau tubuh sorgawi, yang akan dibangkitkan itu terbuat dari
elemen-elemen tubuh kita yang sekarang ini, atau tubuh kita yang dahulu, dalam
hal orang-orang percaya yang telah mati. Elemen-elemen itu tida pernah hilang;
Allah dapat mengumpulkan elemen-elemen tubuh dari tempat mana pun di alam
semesta ini tidak peduli di mana mereka berada pada hari kebangkitan, dan Ia
dapat mempersatukan mereka dengan roh dan jiwa selamanya.
Daging
yang telah dibangkitkan itu, terbuat dari elemen-elemen tubuh kita yang lama,
akan dapat dikenali, dapat berkomunikasi dengan orang-orang kudus lain, dan
bahkan dapat makan karena Tuhan kita pun makan ikan bersama murid-murid-Nya
setelah kebangkitan-Nya (lih. Luk 24:30). Namun demikian, tubuh kebangkitan-Nya
tidak tunduk pada ruang ataupun waktu. Dalam keadaan ini kita akan bersama-sama
Tuhan selamanya. Ini adalah tubuh yang tidak dapat binasa di mana kita akan
bersama Kristus selama seribu tahun dalam pemerintahan-Nya, setelah itu masuk
ke sorga untuk selamanya.[38]
Peristiwa
ini benar-benar akan terjadi, yang fana akan diganti dengan yang tidak fana,
dan yang hina akan dijadikan mulia, yang lemah akan dijadikan kuat sentosa,
yang alamiah akan dijadikan rohaniah (I Kor 15:42-44). Dalam Filipi 3:21
disebutkan, bahwa tubuh kita yang hina ini akan diubah sehingga menjadi serupa
dengan tubuh Kristus yang mulia.
Kelak
pada hari kebangkitan manusia akan dijadikan serupa dengan hidup-Nya, serupa
dengan gambar-Nya. Oleh karena itu tubuh kita akan dijadikan serupa dengan
tubuh-Nya yang telah dimuliakan. Demikianlah sebenarnya tubuh kita yang akan
dimuliakan, itu bukanlah hal yang asing sama sekali bagi manusia di dalam dunia ini. “Serupa dengan
kematian Kristus” tadi ditujukan kepada “serupa dengan hidup-Nya”, yang akan
dinyatakan atau diungkapkan jikalau kita sampai kepada kebangkitan dari antara
orang mati (Flp 3:11).
b.
Yesus
Kristus Sebagai Yang Sulung
Telah
disinggung di atas dan bagian-bagian sebelumnya, bahwa kebangkitan nanti akan
seperti kebangkitan Yesus Kristus. Dan memang janji kebangkitan itu telah
dinyatakan oleh Yesus Kristus sebagai yang sulung dari kebangkitan itu.
Dengan
kebangkitan Kristus dari antara orang mati, Ia telah mematahkan kuasa maut dan
mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa (2 Tim 1:10). Padahal kebangkitan
Kristus ini bukanlah suatu peristiwa yang berdiri sendiri, tanpa hubungan
dengan dengan apapun. Yang bangkit dari antara orang mati itu adalah juga yang
menjadi Kepala Gereja-Nya, dan memiliki Gereja sebagai tubuh-Nya. Maka
kebangkitan-Nya adalah kebangkitan yang sulung, yang akan diikuti oleh
kebangkitan-kebangkitan yang lain (Kol 1:18; Why 1:5). Itulah sebabnya Paulus
dapat berkata : “Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi
milikNya pada waktu kedatanyaNya” (I Kor 15:23).[39]
Dan
memang titik pangkal teologi Paulus (dan seluruh Gereja purba) adalah
kebangkitan Kristus. Padahal kebangkitan Kristus adalah permulaan zaman
terakhir. Kristus adalah “yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal” (I Kor 15, 20), maksudnya: “Yang Sulung,
yang pertama bangkit dari antara orang mati” (Kol 1,18). Kebangkitan Kristus
adalah tindakan penyalamatan Allah yang berarti permulaan keselamatan yang
definitif.[40]
Orang
Yahudi tidak percaya bahwa peristiwa “kebangkitan” telah terjadi lebih dahulu
pada Yesus sebagai yang sulung sebelum kebangkitan terjadi pada semua orang.
Khususnya kelompok Farisi, mereka memiliki keyakinan yang kuat mengenai
kebangkitan, namun pengakuan akan kebangkitan Yesus tidaklah masuk akal mereka.
Mereka melihat, kebangkitan akan terjadi bagi seluruh orang Israel, tetapi
bagaimana mungkin itu terjadi pada diri seorang manusia yang disebut Yesus?
Disinilah Injil dan Paulus memberikan suatu presentasi yang unik. Yesus adalah
Israel itu sendiri, Dia adalah Anak Allah sebagaimana Israel adalah anak Allah.
Didalam kebangkitanNya, maka nubuatan akan penggenapan bagi restorasi Israel
telah dimulai, tetapi belum sampai pada kesempurnaannya. Ketegangan antara
´already´ and ´not-yet´ menjadi corak pemberitaan akan kebangkitan Israel
didalam kebangkitan Yesus.
Kebangkitan
Yesus adalah suatu buah sulung dari kebangkitan orang percaya. Didalam
kebangkitanNya kita menemukan klimaks dari perjanjian Allah kepada Israel dan
umat manusia, dimana kejahatan dan maut telah ditaklukkan, dan kepada kita
semua diberikan undangan untuk berpartisipasi dalam kerajaan Allah yang telah
menerobos masuk ke dalam sejarah manusia dan memberikan suatu perubahan yang
final akan arah sejarah dan tujuan bumi ciptaan Tuhan.
Jadi,
kebangkitan yang akan terjadi nanti bagi orang-orang yang sudah mati juga bagi
mereka yang masih hidup ketika Ia datang kembali akan menjadi seperti
kebangkitan Kristus yang kita percayai dan imani. Tubuh yang akan dimiliki
adalah tubuh yang dimuliakan dan sempurna seperti tubuh Yesus Kristus. Dan
kepastian juga jaminan akan kebangkitan itu sudah nyata dalam diri Yesus.
c.
Kekekalan
Jiwa
Calvin
berpendapat: Jiwa tidak mengalami kebangkitan karena jiwa tidak mati. Ungkapan
ini menjadi sub judul dalam tulisannya/bukunya Institutio. Calvin rupanya
menyetujui pengajaran para filsuf tentang keabadian jiwa. Baginya adalah suatu
kesesatan bila roh,yang diciptakan menurut gambar Allah, dianggap sebagai
embusan napas dengan segera menghilang, yang hanya selama kehidupan yang fana
ini menghidupkan tubuh; adalah suatu kesesatan yang keji apabila bait Roh Kudus
dibinasakan, dan akhirnya dari bagian kita yang memperlihatkan tanda-tanda
kebakaan, karunia itu dirampas sehingga keadaan tubuh lebih baik dan lebih
unggul dari keadaan jiwa.
Bagi
Calvin, Alkitab memberikan ajaran yang lain sama sekali: ia mengibaratkan tubuh
dengan kemah yang, katanya, kita tinggalkan apabila kita mati. Karena Alkitab
menilai kita dengan memperhatikan unsur yang membedakan kita dari hewan yang
tak berakal. Jika jiwa itu tidak lebih panjang umurnya dari tubuh, apakah
kiranya yang menikmati kehadiran Allah apabila sudah terpisah dari tubuh?[41] Namun
Calvin juga mengakui bahwa jiwa tidak memiliki kekekalan secara alamiah, tetapi
hal itu diberikan oleh Allah kepada jiwa.[42]
Pernyataan
Kitab Suci tidak menceraikan tubuh dan jiwa pada manusia untuk merendahkan
tubuh dan mengatakan, bahwa tubuh akan binasa sama sekali padahal jiwa akan
merasakan kekekalan.[43]
Menurut Alkitab, tubuh sama pentingnya dengan jiwa; Allah menciptakan manusia
secara keseluruhan, yaitu sebagai tubuh dan jiwa. Tubuh tidak lebih rendah
daripada jiwa, atau bukan bagian yang tidak penting dari keberadaan manusia.
Jika tubuh tidak penting, maka Allah tidak perlu mengambil rupa manusia dalam bentuk daging (inkarnasi). Konsep Alkitab ialah
bahwa tubuh bukanlah penjara jiwa, melainkan bait Roh Kudus; manusia tidak akan
lengkap tanpa tubuh. Karena itu, kondisi mulia di masa mendatang bagi orang
percaya bukan hanya berupa jiwa yang akan terus ada, melainkan mencakup segala
aspek mulia dari kebangkitan tubuh. Bagi orang beriman, kebangkitan adalah
sebuah transisi ke dalam kemuliaan, di mana tubuh kita akan menjadi seperti
tubuh kemuliaan Kristus.
G.C. Berkouwer menolak konsep kekekalan jiwa sebagai
doktrin Kristen, dan menegaskan, "Alkitab tidak pernah secara khusus
memperhatikan konsep kekekalan seperti itu, apalagi berbicara tentang kekekalan
dalam diri manusia, yang akan tetap ada setelah kematian, entah dalam kondisi
apa pun. Konsep semacam ini hanya menyebabkan kita memisahkan manusia dari
ketergantungannya kepada Allah yang hidup.
Alkitab tidak menggunakan istilah "kekekalan
jiwa". Alkitab memakai kata kekekalan untuk dikenakan
pada: Allah, keberadaan manusia secara utuh pada waktu kebangkitan, dan pada
kondisi yang digambarkan sebagai yang tak dapat binasa, atau firman yang tidak
fana, tetapi tidak pemah pada jiwa manusia.[44]
Apa yang Alkitab ajarkan sebagai tujuan utama
eskatologi adalah kebangkitan tubuh. Kalaupun kita ingin tetap memakai istilah
kekekalan dalam kaitannya dengan manusia, maka kita harus berkata bahwa
manusia, dan bukannya jiwa, yang bersifat kekal. Tetapi, tubuh manusia harus
menjalani transformasi terlebih dahulu melalui kebangkitan sebelum ia dapat
sepenuhnya menikmati kekekalan.[45]
d.
Waktu Kebangkitan
i.
Pandangan Pre-Milenialisme Berkenaan Dengan Waktu
Kebangkitan.
Bagi orang premilenialis[46], kebangkitan
orang kudus akan terpisah seribu tahun dari kebangkitan orang durhaka.
Kebangkitan orang-orang percaya akan terjadi di awal kerajaan seribu tahun,
sedangkan kebangkitan orang-orang yang tidak percaya akan berlangsung di akhir
masa seribu tahun.[47]
Mereka tampaknya menganggap pernyataan bahwa kedua kelompok orang ini tidak
mungkin bangkit bersamaan sebagai suatu pernyataan yang tidak mungkin bangkit
bersamaan sebagai suatu pernyataan yang tidak perlu dibuktikan kebenaranya. Dan
bukan hanya itu saja, jenis premilenialisme yang saat ini sangat dominan dengan
teori mereka tentang dua kali kedatangan Kristus, merasa perlu mengemukakan
adanya kebangkitan yang ke tiga. Semua orang kudus pada dispensasi yang
terdahulu dan sekarang dibangkitkan pada saat parousia. Mereka yang masih hidup pada waktu itu akan segera
diubahkan dalam sekejab mata. Tetapi di dalam masa tujuh tahun yang mengikuti parousia itu banyak orang kudus akan
mati, terutama dalam masa aniaya besar. Mereka itu juga perlu dibangkitkan, dan
kebangkitan mereka akan terjadi pada pengungkapan hari Tuhan, tujuh tahun
setelah parousia. Tetapi
Premilenialisme bahkan tidak dapat mengakhiri bagian ini dengan baik. Karena
kebangkitan pada akhir jaman disediakan bagi orang durhaka, sebab kedua
kelompok orang itu tak dapat dibangkitkan pada waktu yang sama.
ii.
Indikasi Alkitab Mengenai Waktu Kebangkitan
Menurut Alkitab, kebangkitan orang mati terjadi
bersamaan dengan parousia, dengan
pengungkapan hari Tuhan, dan dengan akhir jaman, serta akan segera mendahului
penghakiman terakhir. Alkitab sama sekali tidak mendukung pandangan
premilenialisme terhadap doktrin mereka.
Di berbagai tempat, Alkitab menunjukan bahwa
kebangkitan orang benar dan orang jahat terjadi bersamaan, yaitu diantaranya dalam
Daniel 12:2; Yohanes 5:28-29; Kisah rasul 24:15;Wahyu 20:13-15. Seluruh
ayat-ayat ini membicarakan kebangkitan sebagai suatu peristiwa tunggal dan sama
sekali tidak menunjukan indikasi bahwa kebangkitan orang benar dan orang
durhaka terpisah selama seribu tahun.
Dalam Yohanes 5:21-29, Tuhan Yesus menggabungkan
pemikiran tentang kebangkitan, termasuk kebangkitan orang benar, dengan
pemikiran tentang penghakiman, yang di dalamnya termasuk juga penghakiman terhadap
orang durhaka. II Tesalonika 1:7-10 dengan jelas menunjukan bahwa parousia (ay 10), pengungkapan (ay 7),
dan penghakiman bagi orang durhaka (ay 8,9) terjadi bersama-sama. Jika tidak
demikian, maka bahasa akan kehilangan maknanya. Lebih dari itu, kebangkitan
orang percaya segera terkait dengan kedatangan Tuhan Yesus yang ke dua kali,
seperti yang disebutkan dalam I Korintus 15:23; Filipi 3:20-21; dan I
Tesalonika 4:16. Kebangkitan itu juga disebutkan terjadi pada akhir jaman,
Yohanes 6:39-40, 44-54 atau pada hari terakhir. Ini berarti bahwa orang percaya
dibangkitkan pada hari terakhir, yang juga adalah hari kedatangan Tuhan Yesus.
Kebangkitan ini tidak mendahului akhir jaman selama satu periode seribu tahun.
Untungnya ada sejumlah orang premilenialis yang tidak menerima teori adanya
tiga kali kebangkitan, walaupun tetap memegang doktrin kebangkitan ganda.[48]
[1]
Soedarmo, R. Ikthisar Dogmatika.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009). 248
[2]
Soedarmo, R. Ikthisar Dogmatika.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009). 249
[3]
Dainton, Martin. Apa Yang Terjadi Setelah
Kita Mati ? (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih. 2009). 52
[4]
Luther, Martin. Katekismus Besar.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009).138
[5] Bnd.
Hadiwijono, Harun. Iman Kristen.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010). 173
[6] Bnd.
Hadiwijono, Harun. Inilah Sahadatku.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009). 61
[7]
Abineno, Ch. J. L. Manusia dan Sesamanya
Di Dalam Dunia. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2003). 42
[8] Milne,
Bruce. Mengenai Kebenaran: Panduan Iman
Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2011). 137
[9] Bnd
Hadiwijono, Harun. Iman Kristen.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010) 173-174
[10] Bnd
teologi perjanjian baru 1, hal 181
[11]
Hadiwijono, Harun. Iman Kristen.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010). 174
[12]
Hadiwijono, Harun. Iman Kristen.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010). 178
[13] Bnd
teologi sistematis, hal 90-91
[14]
Teologi sistematis, hal 91
[15]
Milne, Bruce. Mengenai Kebenaran: Panduan
Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2011). 138
[16] Bnd
Bertens, K. Sejarah Filsafat Yunani. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2008). 114-115
[17]
Hadiwijono, Harun. Iman Kristen.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010). 181
[18]
Bertens, K. Sejarah Filsafat Yunani. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2008). 113
[19]
Hadiwijono, Harun. Iman Kristen.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010). 184
[20]
Soedarmo, R. Ikthisar Dogmatika.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009). 250
[21]
Hadiwijono, Harun. Iman Kristen.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010). 477
[22]
Berkhof Louis. Teologi Sistematika.
(Surabaya: Momentum. 2010). 117
[23]
Immortality and the future, hal 34
[24]
Lahaye. Memahami Nubuat Akitab Bagi Diri
Anda. Batam: Gospel Press. 2010). 142
[25]
Berkhof Louis. Teologi Sistematika.
(Surabaya: Momentum. 2010).118
[26] Sagala
Mangaul. Kristus Pasti Datang.
(Jakarta: Perkantas. 2009). 89
[27]
Hadiwijono, Harun. Iman Kristen.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010). 494
[28] Toombs L. Di Ambang Fajar Kekristenan. (Jakarta:
BPK Gunung Mulia. 1987). 118
[29] Toombs L. Di Ambang Fajar Kekristenan. (Jakarta:
BPK Gunung Mulia. 1987). 119
[30]
Sagala Mangaul. Kristus Pasti Datang.
(Jakarta: Perkantas. 2009). 92
[31]
Jacobs Tom. Paulus: Hidup, Karya dan
Teologinya. Yogyakarta: BPK Gunung Mulia,
Kanisius. 1983). 246
[32] Bnd
Luther, Martin. Katekismus Besar.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009).
138
[33] Bnd
Commentary on Carinthians IS, hal 91-99
[34]
Calvin, Yohanes. Intitutio. (Jakarta:
BPK Gunung Mulia. 2009). 175
[35]
Hadiwijono, Harun. Iman Kristen.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010). 497
[36]
Hadiwijono, Harun. Iman Kristen.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010). 498
[37]
Calvin, Yohanes. Intitutio. (Jakarta:
BPK Gunung Mulia. 2009).179
[38]
Lahaye. Memahami Nubuat Akitab Bagi Diri
Anda. Batam: Gospel Press. 2010). 151
[39]
Hadiwijono, Harun. Iman Kristen.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010). 495
[40]
Jacobs Tom. Paulus: Hidup, Karya dan
Teologinya. Yogyakarta: BPK Gunung Mulia,
Kanisius. 1983). 246
[41]
Calvin, Yohanes. Intitutio. (Jakarta:
BPK Gunung Mulia. 2009).
177-178
[42] Dalam
tafsiran terhadap I Timotius 6:16
[43]
Soedarmo, R. Ikthisar Dogmatika.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009). 256
[44]
Hoekema Anthhony. Alkitab Dan Akhir Zaman.
(Surabaya: Momentum
2009). 118
[45]
Hoekema Anthhony. Alkitab Dan Akhir Zaman.
(Surabaya: Momentum
2009). 121
[46]
Premilenialisme adalah suatu pandangan yang menyatakan bahwa kedatangan Kristus
yang kedua kali akan terjadi sebelum seribu tahun, dan Kristus akan mendirikan
Kerajaan-Nya di bumi ini selama seribu tahun. Sedangkan, J. Dwight Pentecost
mengatakan premilenilisme adalah pandangan yang mengatakan, bahwa Kristus akan
datang kembali ke bumi, secara fisik dan harafiah, sebelum kerajaan seribu
tahun di mulai dan bahwa Dia melalui kehadiran-Nya sebuah kerajaan akan dimulai
di bawah pemerintahan-Nya.
[47]
Hoekema Anthhony. Alkitab Dan Akhir Zaman.
(Surabaya: Momentum
2009).
hal 324
[48] Berkhof Louis. Teologi Sistematika. (Surabaya:
Momentum. 2010). 123-124
Borgata Hotel Casino & Spa - Mapyro
BalasHapusView 시흥 출장샵 detailed driving directions to Borgata Hotel Casino & Spa, Atlantic 영천 출장샵 City, based on live 포항 출장마사지 traffic updates and road conditions – from Mapyro 김제 출장샵 fellow 원주 출장안마